Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya, hal-hal yang
baik menjadi sempurna, keberkahan turun, dan berbagai
anugerah dapat diperoleh. Semoga Allah melimpahkan
shalawat dan salam kepada pemimpin dan teladan dari segala
pemimpin, Nabi Muhammad bin Abdullah, makhluk terbaik di
bumi dan di langit. Dan kepada keluarganya yang merupakan
sumber hikmah, keamanan bagi umat, dan kunci berbagai
rahmat. Juga para sahabatnya yang menjadi bintang-bintang
petunjuk dan pelita-pelita keteladanan. Serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan kebajikan hingga hari Kiamat di setiap
saat sejumlah yang diliputi oleh ilmu Allah dan tinta kalimatkalimat-Nya yang sempurna.
Amma ba’du.
Al-Faqîr ilallah, penghimpun lembaran-lembaran ini, yang
berharap agar Tuhan membaguskan semua tujuan dan niatnya
serta memberikan keberkahan kepadanya dalam ilmu dan amal,
mengatakan, “Ketahuilah, wahai saudara yang tercinta dan sahabat
yang setia—semoga Allah menganugerahkan kepada saya dan
Anda dapat berakhlak dengan akhlak nama-nama-Nya yang baik,
menemukan tujuan yang luhur dan keinginan yang menyenangkan—
saya membaca ucapan-ucapan junjungan kita, imam para ‘arif billah
dan teladan para salik, Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi1
—semoga
Allah memberi manfaat kepada kita dengan keberkahannya dan
keberkahan semua salaf saleh—pada penjelasan beliau tentang
Thariqah Sâdah ‘Alawiyin, “Thariqah Sâdah Ba ‘Alawi adalah ilmu,
amal, wara’ (kehati-hatian), khauf (takut) kepada Allah, dan ikhlas
kepada-Nya.” Sayyidina al-Imam Idrus bin Umar al-Habsyi2
yang
mengutipnya dalam kitabnya, ‘Iqd al-Yawâqît al-Jauhariyyah,
kemudian mengatakan, “Lihatlah kesempurnaan tahqiq beliau dan
keluasan penelaahannya. Beliau menghimpun sifat mereka yang
sempurna dalam lima kata dan lima keadaan.”3
Ketika membaca ungkapan ini, saya mencela nafsu alammârah (nafsu yang menguasai tuannya), karena keterbatasan
lix
dan kekurangannya dibandingkan thariqah para Sâdah itu.
Kemudian keinginan yang terbatas dan niat saya yang lemah
tergerak untuk mengumpulkan dalil-dalil dan nash-nash yang
jelas, serta manfaat-manfaat dan hal-hal berharga yang baik yang
mudah didapat. Sehingga menjadi semacam syarh (penjelasan)
atas lima keadaan itu. Sebagaimana telah disebutkan, merupakan
prinsip-prinsip dari thariqah para pemilik ahwal dan maqâmât
tersebut. Semoga menggerakkan semangat para penuntut ilmu
dan menguatkan tekad para penempuh jalan yang menyukai
jalan thariqah mereka. Sehingga akan membawanya menelusuri
jalan mereka dan mengikuti petunjuk mereka. Sedangkan saya
hanyalah penghimpun. Dan berharap mendapatkan manfaat
untuk diri saya dan semua mukmin. Dan berharap insya Allah
perbuatan itu menjadi al-baqiyat ash-shalihat (amalan yang kekal
lagi saleh) dan kebaikan yang terus mengalir pahalanya dalam
kehidupan ini, dan setelah mati kelak.
Dengan mengakui kelemahan, kekurangan, kebodohan,
dan tidak adanya kesiapsediaan pada diri saya, ingin mendorong
saudara-saudara saya dari kalangan Ahlulbait khususnya dan
kaum mukminin pada umumnya, untuk berpegang dengan
thariqah para Sadah yang mendapatkan petunjuk dan para imam
yang menjadi panutan. Semoga Allah memberi manfaat kepada
kita dan mereka dalam urusan dunia maupun agama. Sayyidina
al-Imam Quthb al-Irsyâd wa Ghauts al-’Ibâd wa al-Bilâd, Habib
Abdullah bin Alwi al-Haddad4 mengatakan mengenai jalan itu,
Kasihku, apakah ada yang menggembirakan di antara kalian
untuk menempuh jalan yang hilang dan tersembunyi
Kebanyakan orang tertinggal darinya dan berpaling
karena mengetahui kesulitan dalam melaluinya
lx
Maka, menjadi kewajiban menempatkan kaki-kaki kita
di tempat kaki-kaki mereka dan berjalan sebagaimana mereka
berjalan, baik maju maupun mundur. Karena thariqah mereka
dibangun berdasarkan tiga perkara: selalu berpegang kepada
Kitabullah, mengikuti sunnah Rasulullah, dan meneladani para
pendahulu dari umat ini. Itulah jalan lurus yang ditunjukkan
dalam firman Allah Ta`ala,
Dan bahwa [yang Kami perintahkan] ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian
mengikuti jalan-jalan [yang lain], karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.
(QS. al-An’am: 153)
Abu al-’Aliyah5
berkata, berkenaan dengan firman Allah Swt.,
Tunjukilah kami jalan yang lurus. [Yaitu] jalan orang-orang
yang Engkau beri nikmat kepada mereka.
(QS. al-Fatihah: 6-7)
bahwa mereka adalah keluarga Rasulullah Saw.
Sayyidina al-Imam Abdullah al-Haddad juga mengatakan,
“Sesungguhnya Thariqah Sâdah Ba ’Alawi adalah thariqah yang
paling lurus dan paling seimbang. Jalan hidup mereka adalah jalan
hidup paling baik dan paling dapat dijadikan teladan. Mereka
berada pada thariqah yang paling dapat dijadikan teladan, cara
yang luas, jalan yang paling jelas, serta jalan yang paling selamat
dan paling membahagiakan. Tidak semestinya kalangan khalaf
(yang datang berikutnya) mengambil cara selain dari yang telah
dibiasakan oleh para pendahulu mereka, dan tidak pula berpaling
dari thariqah dan jalan hidup mereka. Karena, thariqah merekalah
lxi
yang dinyatakan shahih oleh Kitabullah, sunnah Rasulullah, atsar,
dan jalan hidup para salaf yang sempurna. Mereka menerima itu
dari generasi sebelumnya, ayah menerima dari kakek, dan begitu
seterusnya sampai kepada Nabi Saw.” Demikian dikutip oleh alImam Ali bin Hasan al-Attas6 dalam kitabnya, al-Qirthas.
7
Sayyidina al-Imam Thâhir bin Husain bin Thâhir8 dalam
wasiatnya mengatakan, “Sesungguhnya ketakwaan dengan segala
kesempurnaan, rincian, dan garis besarnya telah dituangkan oleh
para datuk yang awal dan para salaf saleh, dalam cetakan jalan
hidup mereka yang lurus dan thariqah mereka yang diridhai. Yang
merupakan tali yang kuat, tidak berpegang dengannya kecuali
orang yang paling bertakwa dan tidak menyimpang darinya
kecuali orang yang paling sengsara. Thariqah tersebut adalah
thariqah Rasulullah Saw. dan Khulafaur-Rasyidin yang terkenal,
yang kita diperintahkan untuk menggenggamnya dengan kuat.”
Sayyidina al-Imam Idrus bin Umar al-Habsyi, dalam
kumpulan ucapannya yang terdapat dalam an-Nahr al-Maurud,9
mengatakan, “Sesungguhnya Thariqah ’Alawiyah lahiriahnya
adalah ilmu-ilmu agama dan amal, sedangkan batiniahnya
adalah mewujudkan maqâmât dan ahwal, adabnya adalah
menjaga rahasia dan cemburu terhadap penyalahgunaannya. Jadi
lahiriahnya adalah, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Imam
al-Ghazali,10 berupa ilmu dan beramal menurut cara yang benar.
Sedangkan batiniahnya adalah, seperti yang diterangkan oleh asySyadzili, berupa mewujudkan hakikat dan memurnikan tauhid.
Ilmu mereka adalah ilmu orang-orang besar. Ciri khas mereka
adalah menghilangkan bentuk simbol.
Mereka memohon kepada Allah dengan cara mendekatkan
diri kepada-Nya dengan segala pendekatan. Mereka melakukan
pengikatan janji, talqin (menuntun bacaan zikir), dan pemakaian
khirqah (kopiah atau jubah untuk pentahbisan ke thariqah),
riyadhah (olah rohani), mujahadah (pengorbanan dalam
menundukkan nafsu), dan mengikat persahabatan. Mujahadah
lxii
mereka yang terbesar adalah berjuang untuk menyucikan hati dan
menyiapkan diri untuk menerima anugerah-anugerah kedekatan
(dengan Allah) pada jalan kebenaran. Mendekatkan diri kepada
Allah dengan segala pendekatan dalam persahabatan dengan
orang-orang yang mendapat petunjuk. Maka seharusnya dengan
kesungguhan dalam menghadapkan diri ikhlas karena Allah,
akan mendapatkan anugerah dari Allah. Dan bersama dengan
keseriusan, pengorbanan, dan pengerahan segala kemampuan
akan mendapatkan pembukaan spiritual dari Allah. Allah Swt.
berfirman,
Dan orang-orang yang berjihad untuk [mencari keridhaan]
Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.
(QS. al-’Ankabut: 69)
Al-Imam Ahmad bin Hasan al-Attas11 pernah ditanya tentang
pengertian Thariqah ’Alawiyah, beliau mengatakan, “Lahiriahnya
adalah Ghazaliyyah dan batiniahnya adalah Syadziliyyah. Artinya,
lahiriahnya adalah mengosongkan (melepaskan) diri dari akhlak
tercela dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji, sedangkan
batiniahnya adalah penyaksian akan anugerah Allah dari sejak
awal langkahnya.” Beliau mengatakan, “Jika mau, Anda dapat
mengatakan, ’Thariqah ’Alawiyah adalah keselamatan dan
istiqamah, pertemuan dan penghadapan, pengosongan dan
penghiasan diri, petunjuk dan ketenangan, penghapusan dan
penetapan, usaha yang keras dan penanggungan beban, atau
keselamatan dan penyerahan.’ Sebagaimana yang dikatakan oleh
al-Imam Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqîh12 bahwa thariqah
tersebut mengikuti nash menurut cara khusus. Kemudian beliau
mengatakan bahwa jalan para salaf adalah beramal di tempat dia
lxiii
harus beramal, meninggalkan tempat yang harus ditinggalkan,
berniat di tempat dia harus berniat, dan mengungkapkan di
tempat dia harus mengungkapkan. Habib Abdullah bin Alwi alHaddad mencakup dalam sebuah bait yang diucapkannya,
Berpeganglah selalu pada Kitabullah dan ikutilah sunnah Rasul-Nya
Ikuti petunjuk Allah bagimu dengan teladan jejak salaf ”
Beliau13 juga mengatakan, “Thariqah Ahlulbait adalah
amal. Mereka tidak menuntut ilmu kecuali yang menuntun
kepada amal dan untuk menjaga diri mereka. Sedangkan yang
lainnya mereka terima dari limpahan anugerah Allah. Mereka
mengambil ilmu, baik yang muthlaq (tidak terbatas oleh individu
dan lingkungan) maupun muqayyad (yang terbatas oleh individu
dan lingkungan) dari keberadaan takwa. Sebagaimana yang
ditunjukkan dalam firman Allah Swt.,
Dan bertakwalah kalian kepada Allah, dan Allah
mengajarkan kalian.
(QS. al-Baqarah: 282)
* * *
As-Sayyid al-‘Allamah Ahmad bin Abubakar bin Sumaith, semoga
Allah memberi manfaat melaluinya, berkata, “Sesungguhnya
Thariqah al-‘Alawiyah telah mencakup rahasia-rahasia yang
tidak didapati pada thariqah islam lainnya. Dan thariqah ini
berbeda dengan sifat-sifatnya yang tinggi. Karena, dalam hal
hakikat pemurnian dan pengesaan, dibangun di atas jalan asySyadziliyyah dan mereka yang berjalan sesuai dengan jalan
lxiv
itu. Sedangkan dalam hal mujahadah, dibangun di atas jalan
al-Ghazali. Thariqah ini tidak disisipi penyimpangan apa pun,
bahkan mereka yang berada dalam thariqah ini melanjutkan yang
ada di sepanjang zaman, saling mewarisi generasi demi generasi
hingga di zaman kita saat ini.
As-Sayyid al-Imam Abubakar bin Abdurrahman bin
Syihabuddin rhm. berkata,
Mereka melihat dari ayah-ayah mereka, dari datuk mereka
dari Jibril, dari Yang Mahaperkasa dan Pencipta
Hingga sampailah rahasia Rasul sambung-menyambung
pada mereka sampai di zaman kita saat ini
Lalu aku memperingatkan diriku dan penduduk negeriku—
khususnya mereka yang termasuk ahl al-bait Nabi—dari melanggar
jalan hidup para pendahulu yang saleh, dan memilih selain thariqah
para Sâdah al-‘Alawiyin. Bagaimana mungkin kita menarik diri dari
thariqah mereka, padahal al-Kitab dan as-Sunnah telah bersaksi
atas keistiqamahan mereka dan semuanya telah sepakat atas
kepemimpinan mereka. Kebaikan seluruhnya ada pada mengikuti
mereka pada ucapan, perbuatan, dan keyakinan mereka.
Al-Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad mengatakan, “Para
Sâdah Ba ’Alawi, urusan mereka diatur mengikuti sunnah dan
kebiasaan-kebiasaan yang baik. Barangsiapa yang keluar darinya
maka baginya sedikit kebaikan. Dan menjadi seperti burung gagak
yang merasa kagum dengan cara berjalannya qathâti (sejenis burung
dara) sehingga berusaha meniru cara jalannya. Namun karena tak
dapat melakukannya dengan baik, dia berusaha kembali kepada cara
jalannya semula tetapi dia tidak lagi mengetahui dan telah lupa.”