Para Perajut Damai yang Menjadi Syuhada

Para Perajut Damai yang Menjadi Syuhada’: Dari Ahmad Kadyrov hingga Syekh Adnan Al-Afyuni
Oleh: rijal mumazziq z

Ahmad Kadyrov, Mufti Ichkeria yang kemudian menjadi Presiden Chechnya pasca Perang Rusia-Cechnya jilid 1, gugur dalam ledakan bom saat parade militer, 2005. Pelakunya, militan pimpinan Shamil Basayev yang terafiliasi dalam jaringan Wahabi ekstremis. Basayev juga bertanggung jawab atas berbagai serangan dan penyanderaan warga sipil di Rusia.

Read More

Kadyrov dibunuh karena dia dianggap antek Moskow setelah berdamai dengan Putin. Dia dijuluki Anjing-nya Putin gara gara keputusannya ini. Padahal yang dia inginkan hanya kedamaian di wilayah yang dia pimpin. Agar rakyat hidup tenang dan anak anak bisa belajar Islam dengan lebih baik lagi tanpa disibukkan dengan perang. Kaderisasi ulama harus dijalankan, daripada hanya mengundang milisi dari negara lain atas nama “Ukhuwah dan Jihad” untuk masuk ke negaranya lantas ikut andil dalam suasana perang yang mencekam. Rakyat jadi korban. Dakwah macet dan pendidikan terbengkalai.

Ketika Ahmad Kadyrov menjadi pemimpin bangsanya, kelompok kombatan yang mengusung cita-cita berdirinya Negara Islam Chechnya melawannya. Mereka bergerilya dan pada saat yang dianggap tepat, meledakkan bom di Stadion Grozny.

Mufti yang kemudian memimpin negara itu gugur. Di kemudian hari, anaknya Ramzan Kadyrov menggantikannya. Sama dengan ayahnya, dia dimusuhi oleh ekstremis seagamanya, hanya karena dia ingin menjaga stabilitas negaranya. Di tangan Ramzan yang eksentrik, dakwah di kawasan Kaukasus berkembang, pendidikan juga bagus, dan untuk menunjukkan stabilitas politik negaranya, dia juga mengundang ulama dari berbagai negara untuk mengadakan kongres ulama Ahlussunah wal Jamaah beberapa tahun silam. Kelompok muslim garis keras sewot, merasa “tidak diundang”, dan di berbagai website, caci-maki terhadap Ramzan dan Ahmad Kadyrov bertebaran. Dituduh musyrik, pengamal bidah gara gara menyelenggarakan maulid Nabi secara besar-besaran di jantung kota Grozny, dan tentu saja dituduh sebagai “Anjing Peliharaan Putin” gara-gara kedekatannya dengan bos besar Rusia.

Stabilitas politik di Chechnya harus ditebus dengan nyawa Ahmad Kadyrov lima belas tahun silam. Sampai saat ini, ekstremis bekas anak buah Shamil Basayev tetap berkeliaran, dan sebagian kemudian berangkat ke Suriah bergabung dengan ISIS.

Jika di Chechnya nyawa Kadyrov melayang. Di Afganistan giliran Syekh Burhanuddin Rabbani yang terbunuh. Beliau adalah ulama yang memimpin perlawanan bangsanya terhadap invasi Uni Soviet 1979-1990. Senioritas dan reputasi keilmuannya mambuatnya didapuk sebagai presiden Afghanistan 1992-1996. Namun, ketika Kabul dikuasai milisi Taliban, beliau terusir dari negaranya.

Ketika kondisi Afganistan tak kunjung damai, Rabbani pulang dari pengasingannya, 2011. Beberapa kelompok sudah dikontak untuk terlibat dalam upaya perdamaian. Semua sepakat merajut kerukunan lagi. Di hari ulangtahunnya yang ke-71, seorang tamu datang, memeluknya, lantas meledakkan bom yang ada di tubuhnya. Bom bunuh diri sekaligus merenggut nyawa Rabbani, pemimpin kharismatik bangsa Afganistan yang berasal dari etnis Tajik. Pelakunya dari Taliban, salah satu kelompok yang diajaknya duduk bersama membahas perdamaian.
Di Yaman, karena dakwah dan seruannya agar menghentikan konflik, Habib Idrus bin Sumaith dieksekusi oleh teroris, awal Maret 2018. Sajadahnya berlumuran darah, menjadi saksi kesyahidan beliau.

Di Irak, ketika ISIS menguasai Mosul, 2014, lebih dari 10 imam masjid dibunuh. Mereka menolak bergabung dan berusaha melindungi warga dari kekejaman prajurit ISIS.
Di Mesir, Masjid Al-Rawdah di Bir al-Abid, yang berada di Kota Al-Arish, kota terbesar di Provinsi Sinai Utara, teroris yang berafiliasi dengan ISIS menembaki jamaah yang baru selesai shalat Jumat, November 2017. Bahkan pelaku juga menembaki ambulans yang berada di lokasi. Aksi ini juga disertai dengan bom bunuh diri.

Para bajingan di Sinai terafiliasi dalam organisasi Anshoru Baitil Maqdis. Organisasi ini memang terkoneksi dengan jaringan ISIS. Mereka menarget tokoh sufi dan komunitas tarekat. Pada tahun 2016 para bedebah ini menculik dan mengeksekusi tokoh sufi dari Tarekat Al-Jaririyah Al-Ahmadiyah Syaikh Sulaiman Abu Haraz yang usianya hampir 100 tahun. Syaikh Sulaiman yang sudah tua renta dieksekusi dengan cara dipancung dan videonya disebarkan oleh ISIS.

ISIS menuduh Syaikh Sulaiman yang kharismatik itu telah musyrik, kafir dan mengamalkan sihir serta menjadi pengikut dajjal. (Sebentar, silahkan cek orang-orang di sekitar kita yang seringkali mengucapkan kalimat ini untuk menuduh orang lain. Ada kan? Nah, mereka ini “sel tidur” yang berpotensi membunuh sesama Islam jika punya kesempatan. Waspada!)
Di Suriah, Syekh Said Ramadan al-Buthy adalah salah satu ulama yang berusaha mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik. Beliau tidak mau negerinya porak poranda. Tentu, beliau mendapatkan tudingan mengerikan sebagaimana biasanya: penjilat Bashar Assad, ulama su’, ulama pro rezim, dan julukan ngawur lain. Di akun-akun pendukung Al-Qaidah dan ISIS serta Free Syrian Army (FSA) di Indonesia, tuduhan ini bertebaran. Di tengah desingan peluru, penulis berbagai kitab ini tetap Istiqomah menyuarakan perdamaian antar anak bangsa yang sedang berperang. Hingga pada akhirnya, beliau syahid oleh ledakan bom saat sedang mengajar tafsir di salah satu masjid, 21 Maret 2013.

Di negeri ini pula, Syekh Badruddin Hassun, Mufti Suriah berkali-kali nyaris terbunuh oleh serangan al-Qaidah, FSA maupun ISIS. Wajah teduhnya berubah, bercampur ketegaran dan kesedihan di saat mengucapkan pidato menjelang pemakaman putra tercinta yang gugur dalam salah satu serangan bom beberapa tahun silam.

“Ya Allah, darah kami akan menjadi saksi di hadapan-Mu, bagi siapa yang berfatwa untuk membunuh kami. Bagi siapa yang memotivasi orang-orang untuk membunuh rakyat Suriah, bagi siapa yang mengirim senjata ke Suriah, bagi siapa(pun) yang mengirimkan uang (untuk pemberontakan) di Suriah.”

Ada getir dalam getar suara Syaikh Badruddin Hassun, Mufti Suriah, saat mengucapkan pidato ini, tatkala detik-detik pemakaman putranya. Saya nangis melihat ekspresi beliau saat mengucapkan kalimat demi kalimat dalam pidato pemakaman. Getar duka cita dalam retorika yang tetap sistematis dan menggetarkan.

Jika Syekh Badruddin beberapa kali lolos serangan bom, tidak dengan Syekh Adnan al-Afyuni. Beliau syahid dalam ledakan bom yang dipasang di mobilnya, Sabtu, 23 Oktober 2020. Dalam upaya merajut perdamaian, Syekh Adnan mempertaruhkan nyawanya untuk menjalin komunikasi dengan beberapa pihak agar meletakkan senjata dan menghentikan konflik. Tentu, sebagai Mufti ibukota Suriah, beliau dituduh sebagai “antek rezim”, Ulama Su’, Anjing Bashar Assad, dan sebagainya. (Silahkan diingat beberapa orang di Indonesia yang sering mengucapkan kalimat yang sama sembari menuduh ulama-ulama kita. Banyak kan?)

Beliau Mufti Damaskus. Bertubuh tinggi besar, berwajah teduh, bersuara lembut, dan berhati emas. Beliaulah yang selama ini menjamin nasib para pelajar dari berbagai negara, termasuk Indonesia, agar tetap teguh mencari ilmu di Syam. Di tengah desing peluru dan ancaman pembunuhan, beliau tetap konsisten mengembangkan lembaga Ma’had Syam Ad-Dauly sebagai salah satu proyek penempa para kader ulama dari berbagai negara.

Bersama Syekh Badruddin Hassun, beliau beberapa kali hadir dalam undangan konferensi bela negara yang digelar oleh Habib Lutfi bin Yahya, maupun dalam acara pertemuan ulama Internasional yang dihelat oleh PBNU. Di Indonesia bersama Syekh Rajab Dieb, beliau juga banyak mengunjungi berbagai pesantren.

Dalam beberapa pertemuan dengan para ulama Indonesia maupun para santri berbagai pesantren, beliau menintip pesan perdamaian dan kerukunan. Tak ada provokasi. Tak ada ajakan memberontak, apalagi menyembelih sesama muslim. Tidak ada. Bahkan, ketika ada panitia pertemuan di Aceh menitip pesan agar Syekh Adnan dalam pidatonya menyerukan ajakan memusuhi kelompok lain dalam Islam, wajah beliau langsung berubah menahan marah. Penolakan disampaikan dengan lembut dan dalam pidatonya beliau bersikap teguh menyampaikan ajaran kerukunan dan perdamaian.

Tidak heran jika Syekh Adnan menyampaikan pesan damai dan moderatisme, sebab negaranya porak poranda akibat ujaran kebencian dan nafsu perang. Syekh Adnan tidak ingin Indonesia bernasib sama dengan Suriah.

Pesan yang pernah beliau sampaikan kepada salah satu santrinya, Ketua PCNU Kota Pasuruan KH. Mohammad Nailur Rochman sesaat setelah beliau tiba di Indonesia November 2018: “Kalau negaramu ingin aman, jagalah Ahlussunnah wal Jama’ah. Maka jagalah Nahdlatul Ulama, karena yang menjaga Ahlussunnah wal Jama’ah di negeri ini adalah NU”.
Wallahu A’lam Bisshawab
Keterangan Foto:
1. Ahmad Kadyrov, Cechnya
2. Habib Idrus bin Sumaith, Yaman
3. Syekh Burhanuddin Rabbani, Afghanistan
4. Syekh Burhanuddin Rabbani bersama KH. A. Musthofa Bisri
5. Syekh Said Ramadhan al-Buthy bersama KH. Maimoen Zubair
6. Syekh Badruddin Hassun, Mufti Suriah
7. Syekh Adnan al-Afyuni, Mufti Damaskus
8. Syekh Adnan Al-Afyuni bersama Habib Lutfi bin Yahya
9. Syekh Adnan Al-Afyuni bersama KH. Maimoen Zubair dan Syekh Muhammad Rajab Dieb, Suriah
10. Syekh Adnan Al-Afyuni bersama KH. Said Aqil Siradj

 

untuk belajar bahasa arab online klik Belajar Bahasa Arab Online

Jangan Lupa Share klik

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *