Dongeng Anak, Dewa Langit

Dongeng Anak, Cerpen Anak

Dewa Langit

Melly Herawati Elysabeth

Di sebuah desa kecil di tepi hutan, hidup dua anak kembar yatim piatu. Nama mereka Sang dan Sing.

Meskipun kembar, tetapi sifat mereka sangat berbeda. Sang adalah pemuda sabar, baik hati, dan pandai. Sedangkan Sing adalah pemuda yang pemarah, sombong, dan bodoh.

Setiap hari Sang dan Sing mencari dan mengumpulkan kayu di hutan. Kayu-kayu itu lalu mereka jual di pasar. Hasilnya sangat sedikit.

Meskipun hidup miskin, Sang tetap tabah dan bersyukur kepada Tuhan. Sedangkan Sing sering mengeluh dan berkhayal menjadi orang kaya.

Pada suatu hari, Sang dan Sing sedang mencari kayu di hutan. Tiba-tiba langit menjadi gelap. Angin bertiup kencang, pertanda akan ada badai.

Semua binatang di hutan berlarian kembali ke sarangnya. Sang dan Sing panik. Setelah berlari jauh ke dalam hutan, akhirnya mereka menemukan sebuah gua.

“Ayo kita masuk ke gua sebelum hujan badai datang,” ajak Sang. “Tunggu dulu, bagaimana kalau itu gua sarang ular,” Sing takut.

“Jangan takut. Percayalah Tuhan akan melindungi kita,” kata Sang. Setiba di mulut gua, hujan turun sangat deras, disertai angin kencang.

Dengan hati-hati mereka masuk ke dalam gua kecil,  sempit, dan gelap. Untunglah tidak ada ular di dalamnya. Hari menjelang malam, tapi hujan badai belum berhenti.

Terpaksa Sang dan Sing tidur di dalam gua. Malam itu, Sang bermimpi bertemu seorang kakek berjenggot putih. Raut wajahnya terlihat ramah dan bijaksana. Kakek itu adalah Dewa Langit.

“Aku datang untuk memberikan hadiah pada orang yang melakukan kebaikan. Engkau adalah pemuda yang rajin dan baik. Maka akan kukabulkan tiga permohonanmu.”

“Dewa Langit, ampunilah aku. Permohonanku yang pertama adalah, tolong kabulkan tiga permohonan saudara kembarku, Sing.”

“Tetapi Sing bukan anak yang baik. la tidak pernah mau menolong orang lain. Dia tidak layak menerima hadiah.” “Tolong beri dia kesempatan untuk mengubah hidupnya.

Aku hanya ingin dia kelak juga bisa merasakan kebahagian yang sama sepertiku.”

 

“Baiklah, aku akan menemui Sing. Sekarang, apa lagi yang engkau inginkan dariku?” “Permohonanku yang kedua dan ketiga adalah.

aku hanya ingin sebidang tanah dan sebuah cangkul.” Dewa Langit tersenyum mendengar permohonan Sang yang sangat sederhana itu.

la berjanji akan mengabulkan semua permohonan Sang. Dewa Langit lalu menemui Sing dan menawarkan tiga permohonan.

Sing yang serakah tidak mau kehilangan kesempatan. Segera ia meminta rumah megah seperti istana, lemari besar yang penuh uang emas, serta isteri yang cantik jelita. Pagi pun tiba. Sang dan Sing terbangun dari tidurnya.

Cepat-cepat mereka pulang ke rumah. Setiba di rumah, mereka terkejut karena mimpi mereka menjadi kenyataan. Mereka mendapatkan semua yang mereka inginkan.

Berbekal sebidang tanah dan sebuah cangkul, Sang memutuskan untuk menjadi petani bunga. Dia mengolah tanahnya lalu ditanami berbagai macam bibit bunga.

Setiap hari, tanpa kenal lelah dia rajin merawat tanamannya. Selang beberapa bulan, kuncup-kuncup bunga aneka warna mulai mekar. Banyak orang tertarik membeli bunga-bunga itu. Sang akhirnya hidup berkecukupan. Nasib Sing jauh berbeda.

Karena berlimpah harta,Sing berpesta pora setiap hari. Tanpa terasa, lemari besar berisi uang emas akhirnya menjadi kosong.

Sing yang sudah ketagihan berpesta, lalu menjual harta bendanya. Akhirnya tak ada yang tersisa, termasuk rumah megahnya. Melihat suaminya telah jatuh miskin, isteri Sing yang cantik jelita pergi meninggalkannya.

Sing berharap dapat bertemu kembali dengan Dewa Langit. Maka ia memberanikan diri pergi ke gua tempat ia dan Sang dulu menginap. Di tengah malam, Dewa Langit kembali datang lewat mimpinya.

“Hai pemuda bodoh, engkau telah kuberi kesempatan. Tapi kau tidak menggunakannya untuk mengubah hidupmu. Inilah hukuman bagi orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri.” Sing menyesali semua perbuatannya, tapi semua sudah terlambat.

Keesokan hari, dengan lesu meninggalkan gua itu. Hatinya bingung karena tidak tahu lagi hendak pulang ke mana. Rumah dan semua harta bendanya telah habis terjual.

Yang tertinggal hanya sepasang pakaian lusuh yang melekat di badannya. Sing hidup menjadi gelandangan. Namun suatu hari, tanpa sengaja dia bertemu dengan Sang.

Saudara kembarnya itu mengajaknya tinggal bersama. Berkat bimbingan saudara Sang, Sing kini mau bekerja keras. Akhirnya ia pun berhasil menjadi petani bunga yang sukses.

 

Dongeng dan Cerpen Anak lainnya

Cerpen Anak

https://hilyah.id/category/dongeng

Cerpen Anak, Tante Jinnya

Cerpen Anak, Tempat tidur Papa

Dongeng Anak, Eme Bui dan Ama Mau

Jangan Lupa Share klik

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *