Selain modus kebelet jadi wali dengan bermodal atraksi sulap atas nama karomah, ada pula yang memanfaatkan pola glorifikasi tokoh. Yang paling sering dimanfaatkan adalah Bung Karno.
Anak dan cicit BK bisa dipastikan semua percaya kalau Putra Sang Fajar sudah wafat. Tapi, sebagian kecil pemujanya percaya BK masih hidup. Lho, kok bisa? Yang pasti ada yang percaya BK hidup secara fisik dan tinggal di Pringsewu Lampung. Sedang menyamar. Sebagai apa? Penjual tahu bulat, limaratusan, digoreng dadakan, anget-anget, nyoiiiih. Nyamar profesi begitu, kah? Saya tidak tahu. Mungkin saja. Namanya juga pengelabuan, ya dirahasiakan. Demikian kata yang percaya. Infonya dimana maszeeeeh? Kasih info maszeeeeh! Nggak tahu. Titik.
Tanya saja yang percaya. Selebihnya, ada juga pemujanya yang mengimani kalau Bung Karno hidup bukan secara fisik, melainkan hanya sukma. Ya biarlah, itu keyakinan orang. Kita hormati saja. Saya percaya? Nggak. Saya lebih percaya bukti fisik dan forensik, juga fakta sejarah dan kesaksian keluarga kalau beliau memang sudah wafat dan dimakamkan di Blitar.
Masyarakat kita memang banyak yang lebih menyukai hal samar, yang disampaikan berbisik dan seolah penuh misteri, dengan narasi “fakta yang disembunyikan”, “kebenaran yang ditutup-tutupi”, “kenyataan yang dihilangkan oleh sejarah” atau istilah lain yang sifatnya samar dan abu-abu. Menarik untuk disampaikan secara gethuk lindri, eh gethuk tular di majelis cangkrukan. Walaupun sudah ada fakta terang benderang, namun yang abu-abu lebih diminati. Apalagi kalau mengangkut teori konspirasi, wah bakal laris obrolan-obrolan gosip begini.
Seputar Bung Karno ini yang sering dimanfaatkan demi tujuan fulus. Ada sosok gagah tegap berpenampilan fisik dan bersuara bariton mirip sang proklamator. Dia mengaku sebagai titisan BK. Pengikutnya lumayan banyak. Latihan militer segala. Akhirnya diringkus aparat. Lokasinya di Malang. Beberapa tahun silam.
Itu masih mending. Yang paling banyak, berjejaring dan memainkan modus sama dengan pelaku berbeda adalah tentang relasi Bung Karno, Harta Revolusi, dan Bank Swiss.
Cerita harta revolusi disenandungkan dengan narasi heroik, didengungkan kepada calon korban, bahwa ada harta karun berupa emas lantakan dan harta lain yang merupakan sumbangan para raja Nusantara, dititipkan oleh Bung Karno di Bank Swiss, dan kelak bisa dicairkan untuk dipakai melunasi utang Indonesia. Sisanya dibagi rata untuk seluruh kepala warga negara. Ambooooi. Enak betul. Syaratnya apa supaya bisa mencairkan dana dan harta jumbo ini? Setor fotokopi KTP berikut dana. Kisarannya puluhan hingga ratusan ribu, serta jutaan rupiah. Modusnya berjejaring persis skema Ponzi.
Dana Revolusi cair? Nggak. Nasib yang sudah setor gimana? Ada yang menyesal, ada yang sewot, ada yang cuek, ada pula yang berbisik sambil berharap cemas tetap cair.
Saya percaya? Nggak. Omong kosong lah. Andaikan harta itu ada, tentu nggak ada inflasi dan resesi mencekik di era 1960-an. Faktanya, menjelang akhir kekuasaannya, BK kerepotan mengatasi krisis.
Modus seputar ini juga dipakai untuk memanipulasi citra BK demi fulus. Ada benda kekuningan, kotak, ukurannya variatif, persis emas lantakan. Bedanya ada ukiran wajah sang proklamator. Biasanya ada berita kalau si A menemukan emas begini setelah semalam bermimpi ditemui BK dan diminta menggali di sebuah tempat. Di situlah dia menemukan harta tersebut. Masyarakat heboh. Benarkah emas? Ternyata bukan. Apa tujuannya? Menaikkan pamor diri. Coba cek, biasanya dia punya jaringan dengan kelompok bermodus Harta Revolusi. Tujuan akhir, ya mengeruk dana pribadi dari mereka yang percaya lalu “urunan” untuk menebus pencairan.
Soal fulus, saya pilih jadi orang rasional dan irasional. Rasional, artinya kalau pengen dapat duit ya kerja. Kalau ada yang nawarkan kaya jalan pintas saya tolak. Mengapa? Biasanya yang ngajak begituan juga tidak lebih kaya dari saya. Hahaha. Jadi, hanya omong kosong saja. Kalaupun dia lebih tajir biasanya tak berselang lama juga ambruk. Sebab, terjebak skema Ponzi atau model flexing pakai cara lama. Kesimpulannya? Pengen kaya yang kerja. Pengen lebih tajir ya kerja sampingan. Lebih keras dan lebih cerdas. Selevel Qorun saja kerja keras dengan kurun lama, kok ini ada yang nawarkan kaya cepat jalan pintas. Hahaha
Irasional maknanya selalu ada kejutan dari Allah berupa rezeki min haitsu la yahtasib. Nah ini yang kita harapkan. Ya kerja, ya doa. Kerja saja tanpa doa itu sombong. Doa saja tanpa kerja itu malas dan omong kosong.
Penulis : Rijal Mumazziq Zionis