Eme Bui dan Ama Mau
Dongeng Anak ini ditulis Oleh Maria Agustina Kristiarini
Dahulu kala di pedalaman pulau Timor ada dua kakak Mereka tinggal bersama orang tua mereka di sebuah kampung di beradik, Bete dan Manek. pegunungan. Ibu mereka bernama Eme Bui dan ayah mereka berna- ma Ama Mau. Bete seorang putri yang rajin membantu ibunya, dan Manek seorang putra yang juga rajin membantu ayahnya. Penduduk kampung ini mende- rita kelaparan karena musim kemarau pan- jang. Kemarau men- gakibatkan semua
Tanaman mati. Keluarga Ama Mau dan Eme Bui pun tidak luput dari kela- paran ini. Di rumah dan di ladang tidak ada makanan lagi. Mereka terpak- sa memasak ubi-ubian, kacang- kacangan, dan sayuran daun-dau- nan dari hutan. Bete dan Manek sering melihat ibu mereka me- nangis karena kasihan kepada mereka. Eme Bui hanya dapat menahan rasa lapar karena makanan yang didapatkan lebih banyak diberikan kepada anak- anaknya. Pada suatu pagi, Ama Mau dan Eme Bui memanggil anak-anaknya dan berkata, “Bete, jagalah adikmu baik-baik. Dan engkau Manek, ikuti perintah kakakmu. Jagalah rumah kita. Kami akan pergi cukup jauh, mencari makanan untuk kita. Kami akan pergi ke Kampung Matahari Terbit. Kata orang, di sana banyak jagung. Janganlah takut, kami tidak akan lama. Kalau kami pulang, kita akan makan nasi jagung yang enak.” Bete dan Manek dengan sedih melepaskan orang tua mereka pergi. Mereka hanya membawa sebuah batu api dengan potongan besi untuk menyalakan api. Dan sebuah tabung berisi air minum untuk bekal perjalanan. Hari berganti hari, Bete dan Manek menanti orang tua mereka yang tak kunjung pulang, semen- tara persediaan makan yang mere- ka tinggalkan hampir habis. Mereka mulai cemas dan sering menangis kerena rindu orang tua mereka. Ternyata Ama Mau dan Eme Bui memperoleh jagung yang berlimpah di Kampung Matahari Terbit, tetapi mereka tersesat di jalan. “Ama Mau, bagaimana ini, kita tersesat!” kata Eme Bui. “Sebaiknya kita terus saja ber- jalan menelusuri hutan ini,” jawab Ama Mau. Akhirnya mereka terus berjalan dan tiba di sebuah puncak gunung yang tinggi. Mereka diselimuti kabut yang tebal sehingga tidak dapat melihat arah jalan yang harus mereka tempuh. Maka mere- ka putuskan untuk bermalam di tempat itu. Bete dan Manek semakin cemas, dan keduanya menangis sambil berseru, “Ayah, Ibu… cepat- lah kembali. Kami sudah sangat rindu.” Dalam kebingungan itu, mereka memutuskan untuk menyusul orang tua mereka mengikuti arah matahari terbit. Bete dan Manek pun tersesat di puncak gunung yang tinggi serta diselimuti kabut yang tebal. Mereka memutuskan untuk bermalam di bawah pohon beringin yang besar. Di tengah malam, Bete terus berjaga demi keselamatan adiknya. Bete melihat cahaya kilatan api dan mendengar bunyi-bunyian yang sangat keras. Bete sangat ketakut- an, dan Manek pun terjaga.
“Kakek, suara apa itu? aku takut sekali seru Manek sambil menangis terisak-isak. Bete hanya bisa memeluk erat- erat adiknya eigiar tidak ketakutan Tidek lama kerrudlian, mereka melihet api menyalla dan ada orang bergerak-gerak. Kemudian ter- dengar bunyi gaduh diselingi bunyi letusen. Bete dan Manek yang lapar dan lemah tidak dapat melarikan diri. Tangisan Manek semakin keras, dan saat itulah mereka didekati oleh dua orang. Ternyata Ama Mau dan Eme Bui. Mereka mendengar tangisan kedua anak itu. Mereka terkejut sewaktu melihat dua anak yang terbaring di tanah itu tidak lain adalah anak mereka sendiri. “Huuu…huuuu! Ayah, Ibu, kami takut sekali, seru Bete dan Manek yang menangis di rangku- lan orang tua mereka. “Sudah. Tenang. Tidak ada apa- apa. Ada kami di sini,” kata Ama Mau dan Eme Bui yang mene- nangkan kedua anak mereka. Mereka berempat berangkulan dan menangis tersedu-sedu. Bukan karena sedih tetapi karena sangat gembira. Kemudian mereka menuju ke perapian. Di sana ada jagung goreng yang baunya menusuk hidung.Keempat- nya lalu makan jagung itu hing- ga kenyang.
Pagi hari hujan turun sangat lebat, karena itu Ama Mau dan Eme Bui memutuskan untuk membuat pondok kecil di tempat itu, dan menanam jagung di sekitarnya. Di tempat itu pula mereka tinggal seterusnya dalam suasana gembira. Sampai sekarang ini, kalau terdengar guntur dan kilat, penduduk pedalaman di pulau Timor teringat akan cerita ini. Kilat itu percikan api dan batu api Ama Mau, Guntur itu bunyi Eme Bui menggoreng jagung, dan air hujan adalah tetesan air mata Bete dan Manek.
Baca Juga Dongeng dan Cerpen lainnya
Cerpen Pendek Bahasa Arab, Juha
Kita akan mengumpulkan contoh contoh cerpen anak, Cerpen Anak Sekolahan,
Contoh Cerpen Anak,