Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, pujian yang
setara dengan aneka nikmat-Nya, yang sama dengan tambahantambahan dari-Nya, Dzat yang Maha penyayang dari para
penyayang, Dzat yang menyayangi para penyayang dari hambaNya di segenap penjuru negeri-Nya.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi-Nya,
sang pemimpin yang berlidah fasih, pemilik sanubari yang tulus,
wajah yang bercahaya, dan agama yang benar, yang merupakan
ajakan tulus untuk beriman kepada Allah dan Kitab-Nya, serta
kepada para pemimpin kaum muslimin beserta umat Islam
secara keseluruhan. Tak lupa shalawat semoga senantiasa
tercurah kepada keluarga Rasulullah SAW yang suci dan baik,
sebagaimana hal itu disaksikan oleh Tuhan semesta alam,
mereka adalah Ahlul Bait Rasul SAW yang tersucikan dari
segala sesuatu yang buruk, yang diberi kekhususan dengan
derajat yaqîn tertinggi. Mereka diberi keutamaan dengan sifat
jujur dan kemantapan yang kokoh.
Semoga shalawat pun senantiasa tercurah kepada para
sahabat Rasul SAW yang merupakan para penyebar agama
Allah dan pembawa panji-panjinya, mereka adalah para tokoh
besar yang selalu membimbing umat ke jalan yang benar,
mereka adalah para muhâjirîn yang diusir dari tempat
kediaman mereka dan harta benda mereka (karena) mereka
mencari karunia dari Allah dan keridhaan Nya dan mereka
membela Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang
benar. Termasuk di antara mereka juga adalah kaum Anshâr
yang telah bermukim di kota (Madinah) dan telah mantap dan
tulus pula keimanan mereka sebelumpara Muhâjirîn datang.
Mereka mencintai orang- orang yang berhijrah ke wilayah
mereka. Dan mereka tidak merasakan adanya keinginan
memperoleh apa yang telah diberikan kepada mereka dan
mereka mengutamakan atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka memiliki keperluan mendesak; dan siapa yang
dipelihara oleh Allah dari sifat kekikiran dirinya, maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung.
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka Mereka
berdoa, “Tuhan kami, anugerahkanlah ampunan-Mu kepada
kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami
beriman, dan janganlah Engkau membiarkan dalam hati kami
kedengkian terhadap orang-orang yang beriman; Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Semoga salawat dan salam Allah yang senantiasa tercurah
kepada mereka itu melimpah dengan sangat banyak dan secara
bersinambung.
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Wahai saudaraku yang saleh dan berhati tulus,
sesungguhnya aku ingin menyampaikan kepadamu, juga kepada
diriku sendiri, sebuah wasiat yang intinya adalah peringatan
agar selalu bertakwa kepada Allah, sebuah wasiat yang juga
disampaikan oleh Allah Tuhan sekalian alam dalam Kitab-Nya
kepada umat manusia terdahulu dan terkemudian. Takwa yang
merupakan suatu bentuk penghindaran diri dari segala
larangan Allah dan pelaksanaan segala perintah-Nya.
Penjelasan tentang hakikat takwa cukup jelas dan dapat kita
temukan pada Al-qur’an, Sunnah Nabi Muhammad Saw yang
mulia serta ucapan-ucapan para ulama salaf maupun khalaf.
Hal itu tidak lagi perlu aku jelaskan di sini.
Yang kuwasiatkan di sini antara lain adalah, hendaklah
engkau menghiasi dirimu dengan kasih sayang utuh terhadap
seluruh makhluk Allah secara keseluruhan, baik manusia
ataupun bukan, khususnya terhadap umat Islam. Perlakukanlah
mereka dengan rasa kasih sayang secara paripurna, meskipun
terhadap mereka yang memusuhimu dan bersikap iri padamu.
Karena sungguh manusia pada hakikatnya lemah, maka
ketahuilah dengan baik hakikat kelemahan dan kerapuhan
dirinya, Sayangilah dia, meskipun pada saat dia mengumumkan
permusuhan padamu. Karena sesungguhnya Allah hanya
menyanyangi mereka yang penyayang dari kalangan hambahamba-Nya. Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan
disayangi. Sayangilah siapa saja yang ada di atas muka bumi,
niscaya engkau akan disayangi oleh yang berada di langit.
Sayangilah hamba-hamba Allah, niscaya Dzat yang, keutamaan
dan anugerah-Nya menyelimuti segenap umat manusia akan
menyayangimu
Para penyayang memiliki bagian terbesar dari rahmat Allah Yang
Maha Rahmân lagi Maha Agung
Perlakukanlah seluruh makhluk dengan cara
menghindarkan mereka dari segala keburukan mu. Jika itu kau
lakukan, maka Allah pasti akan menghindarkanmu dari segala
keburukan mereka. Sungguh telah diriwayatkan bahwa Rasul
pemimpin segenap umat manusia SAW bersabda: “Siapa yang
menghendaki keselamatan, maka hendaklah dia mencarinya dalam
upaya menyelamatkan orang lain dari ulah keburukan yang
diperbuatnya.”
Berniatlah dengan niat yang baik untuk seluruh umat
Islam, karena dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW
bersabda: “Niat seorang hamba lebih baik daripada amal
perbuatannya.” Disabdakannya pula, “Sesungguhnya amal-amal
perbuatan (setiap hamba, dinilai) berdasarkan niat (awal
pelaksanaan) nya.
Janganlah engkau memendam sebuah niat jahat, atau
menyimpan kedengkian ataupun tipu muslihat kepada sesama
kaum mukminin. Karena siapa saja yang telah demikian terhindar
dari sifat-sifat buruk tersebut di atas tadi, lalu jiwanya suci dari
kedengkian dan tipu muslihat terhadap seluruh kaum muslimin,
maka niscaya dia akan menjadi hamba yang terbaik ibadahnya di
atas muka bumi ini, bahkan tidurnya pun ibadah.
Karena itu banyak sekali sabda Rasulullah SAW yang
berkaitan dengan persoalan ini. Di sini akan kubacakan beberapa
firman Allah yang dituturkan oleh lisan kekasihnya Luqmân as,
ketika dia berwasiat kepada anaknya:
“Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan (Allah),
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar. Wahai anakku, sesungguhnya jika ada
seberat biji sawi, dan berada dalam batu karang atau di langit atau
di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya, Sesungguhnya Allah
Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Wahai anakku,
laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan ma’ruf
dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diutamakan.
Dan janganlah engkau memalingkan pipimu dari manusia
dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah dalam berjalanmu
dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara
ialah suara keledai.
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Jadilah engkau hamba-hamba ar-Rahmân yang berjalan di
atas muka bumi dengan rendah hati yang apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka berucap salâm. Mereka adalah
hamba-hamba yang ketika memasuki malam hari—demi untuk
meraih keridhaan Tuhan mereka—selalu berada dalam keadaan
sujud dan berdiri. Mereka adalah para kekasih Allah yang
senantiasa berkata, “Tuhan kami, jauhkanlah dari kami siksa
jahannam sesungguhnya siksanya adalah kebinasaan yang
kekal, sesungguhnya ia adalah seburuk-buruk tempat menetap
dan tempat kediaman. Merekalah yang apabila bernafkah,
mereka tidak berlebih-lebihan, tidak (pula) kikir, dan ia
pertengahan antara keduanya. Merekalah para hamba yang
tidak menyembah tuhan yang lain bersama Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq,
dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan itu niscaya dia
menemukan dosa (nya). Dilipat gandakan untuknya siksa pada
hari kiamat, dan dia akan kekal didalamnya dalam keadaan
terhina. Kecuali siapa yang telah bertaubat, dan telah beriman
serta telah mengamalkan amal saleh; maka mereka itu akan
diganti oleh Allah
dosa-dosa mereka dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan siapa yang bertaubat dan
mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat
kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Mereka juga
adalah hamba-hamba mukmin yang tidak bersaksi palsu, dan
apabila mereka melewati al-laghwu , mereka melewati (nya)
dengan menjaga kehormatan. Merekalah yang apabila diingatkan
tentang ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak tersungkur sebagai
orang-orang tuli dan buta. Mereka senantiasa berkata: “Tuhan
Kami, anugerahkanlah buat Kami, dari pasangan-pasangan kami
serta anak keturunan kami, penyejuk-penyejuk mata dan
jadikanlah kami sebagai para pemimpin dan teladan bagi orangorang yang bertakwa.”
Hati-hati dan waspadalah, dari segala bentuk ucapan
yang keji, karena ucapan keji tidak mengurangi kecuali kualitas
pengucapnya sendiri, dan tidak menurunkan derajat sesuatu
yang menjadi bahan pembicaraan atau ucapannya. Allah SWT
berfirman: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang
keji dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji,
dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik.” Maka
janganlah engkau menjawab sesuatu kecuali yang dapat
memperindah jiwamu, dan jangan engkau membalas sesuatu
kecuali yang dapat membuatmu mulia.
Hati-hati dan berwaspadalah, jangan tergesa- gesa dalam
membalas perlakuan buruk orang lain dengan sesuatu yang
tidak diajarkan oleh Allah. Dalam sebuah firman-Nya Allah
SWT menegaskan:
“dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang
yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia.
“Dan jika engkau benar-benar dibisikkan oleh setan
“Ambillah maaf dan perintahkanlah yang ma‘rûf, serta
berpalinglah dari orang-orang-orang jahil”.
Apabila engkau berpikir dan berkata bahwa mungkin musuh
akan bertambah berani padaku jika aku tidak menunjukkan
perlawanan, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui tentang akibat segala urusan dan Allah maha
mengetahui dan melihat pada hamba-hambanya.
Seorang penyair berkata:
Jadilah engkau seorang yang berakhlak mulia
Agar tercium darimu semerbak harumnya pujian
Jadilah manusia berguna untuk sahabatmu,
kalau kau ingin persahabatanmu kekal dengannya
Tolaklah gangguan musuhmu dengan cara yang baik
Jadilah engkau seorang hamba yang senantiasa bersama Allah,
seakan-seakan tiada makhluk lain selainmu, berbuat baik dan
layanilah makhluk-makhluk Allah, seakan-akan engkau tidak
ada, zuhudlah kamu didunia ini dari segala apa yang ada di
tangan orang lain, niscaya Allah akan mencintaimu dan mereka
mencintaimu.
Janganlah engkau bersedih, dan gelisah akibat keberpalingan
orang-orang darimu, serta sikap penolakan mereka atas segala
niat baikmu dalam mengharapkan keridhaan Allah SWT yang
manfaatnya kembali kepada kalangan khusus atau umum.
Karena pada umumnya mereka akan selalu berpaling darimu
Dan mereka menghalangi dari apa saja yang kau lakukan. karena
peran setan yang selalu menjauhkan mereka dari apa saja yang
dapat mendatangkan manfaat bagi mereka. Karena sesungguhnya
setan tidak pernah menyukai terwujudnya persatuan dan
kekompakan kaum mukminin serta terjalinnya sikap saling bantumembantu di antara mereka.
Waspadalah ketika engkau merasa jenuh dan bosan, lalu
engkau berkata kepada dirimu sendiri, “Mengapa engkau
berupaya sunguh-sungguh melakukan sesuatu yang bermanfaat
bagi mereka, pada saat mereka membalas kebaikanmu itu dengan
kedurhakaan yang keji dan penentangan yang sungguh jelas?”
sebab sikap demikian adalah di antara tabiat naluriah manusia
yang tampak demikian jelasnya ketika manusia berinteraksi
dengan Allah SWT Dzat Yang Maha Haq lagi Maha Agung.
Bukankah engkau pernah mendengar firman Allah SWT yang
berbunyi : “.Binasalah manusia; alangkah amat sangat
kekafirannya? “Sesungguhnya manusia amat enggan lagi kikir
terhadap Tuhannya
Pahami dan renungkanlah baik-baik apa saja yang telah menimpa
para nabi berupa pengingkaran para pengikut mereka. Ambillah
pelajaran dari kisah Nabi Âdam beserta para putranya, Nabi Syîts
dengan kaumnya, dan Nûh ketika berkata kepada kaumnya:
“Hai kaumku, jika terasa berat bagi kalian keberadaanku dan
peringatanku tentang ayat-ayat Allah, maka kepada Allahlah aku
bertawakkal. Karena itu, bulatkanlah keputusan kalian lalu
kumpulkanlah urusan kamu bersama sekutu-sekutu kamu, kemudian
janganlah keputusan kamu itu menjadi rahasia. Kemudian
lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh
kepadaku.
Demikian pula apa yang telah menimpa Nabi Hûd as dan Nabi
Shâleh as beserta kaumnya, Nabi Ibrâhîm as ketika menghadapi
Namrudz dan ‘ayah’nya, nabi Ya‘qûb ketika menghadapi
saudaranya, Nabi Yûsuf as ketika menghadapi perlakuan saudarasaudaranya, Nabi Ayyûb ketika menyikapi bencana penyakit yang
dideritanya,
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Nabi Mûsâ as ketika menghadapi Bani Israil setelah mereka selamat dari
melintasi lautan, bahkan setelah mereka mendengar firman
Allah SWT ketika mereka berkata “Perlihatkanlah Allah
kepada kami secara jelas”… dan sederetan peristiwa-peristiwa
lain yang tiada terhitung jumlahnya.
Renungkanlah apa yang dialami Nabi îsâ as ketika menghadapi
kaumnya yang meminta agar Allah SWT menurunkan hidangan
dari langit, begitu pula apa yang dialami Rasulullah Saw ketika
menghadapi kaumnya, selanjutnya ketika menghadapi para
sahabatnya seperti pada hari Hudaibiyah, hari pembagian
ghanîmah, sampai-sampai beliau Saw berkata, “Semoga Allah
SWT merahmati Mûsâ as. Sungguh dia telah menerima
gangguan dan cobaan yang lebih berat dari yang kualiami ini,
namun dia tetap bersabar.”
Perhatikanlah apa yang terjadi pada Sayyidina Abu
Bakar radhiyallâhu ‘anhu sepeninggal Rasulullah Saw, baik
ketika menghadapi para sahabat khususnya, maupun ahlurriddah. lalu yang dialami para sahabat radhiyallâhu ‘anhum
dalam menyikapi perlakuan sejumlah kalangan masyarakat
berkarakter kasar dan keras ketika itu, dari berbagai lapisan
dan ragam serta macam tujuan yang mereka inginkan. Begitu
pula para tâbi‘în, tâbi‘it-tâbi‘în hingga masa kini. Sungguh, apa
yang telah terjadi pada mereka semua adalah pengalaman
berharga yang patut kita pelajari dan kita contoh.
“Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada Rasulullah suri teladan
yang baik bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat serta
yang berzikir kepada Allah dengan banyak. ” (QS. Al-Ahzab: 21)
Al-Faqîh Al-‘Allâmah ‘Umar bin ‘Abdullâh Bâ Makhramah
menuturkan hal ini dalam sebuah bait berikut ini:
Wahai jiwaku yang kikir, sungguh aku tak dapat mengelak
sedikitpun
Maka pertimbangkanlah dan pahamilah oleh kamu maka
insya Allah Kamu dapat petunjuk
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Kuwasiatkan pula di sini, hendaknya engkau senantiasa
bersabar dalam menghadapi perlakuan orang-orang yang
bersikap keras dan menjauh, mereka yang sering
membebanimu dengan berbagai permintaan, khususnya kaum
kerabat, tetangga, orang-orang yang bekerja padamu, sahabat
atau kalangan penguasa. Karena pada umumnya engkau tidak
akan dapat melihat dari mereka kecuali sesuatu yang akan
membuatmu kecewa, maka hadapilah mereka dengan sebuah
perlakuan yang tidak merugikanmu atau bahkan dapat
mengangkat derajatmu, khususnya mereka yang berasal dari
keluarga dan kerabat terdekatmu. Jika engkau tak mampu
hidup saling berdampingan dengan mereka, setidaknya
biasakanlah silaturrahmi dan saling kunjung-mengunjungi.
Berkaitan dengan hal ini sebuah hadis Nabi Muhammad
shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam menegaskan berikut ini:
“Hindarilah kebiasaan duduk-duduk dengan kerabatmu”. Lalu
apabila kerabatmu itu ternyata lebih sering membebanimu
dengan berbagai persoalan dan tidak menunjukkan rasa
kasihan terhadapmu, maka hendaknya engkau bersabar.
Terimalah apa yang telah terjadi padamu, maafkanlah
kesalahan-kesalahan mereka perlakukanlah mereka dengan
baik, jangan kau permasalahkan mereka.
Sebuah puisi menuturkan:
Selagi kau masih hidup, turutkanlah dan senangkanlah kehendak
manusia semuanya
Karena sesungguhnya engkau berada di tempat yang harus
demikian
Siapa yang sadar, pastilah dia bersikap demikian
Dan jika tidak sadar, dia lambat laun pasti akan menyesal
Jika engkau menerima sebuah berita menyangkut seseorang, lalu
disampaikan kepadamu sebuah ucapan yang barangkali dapat
menyakiti,mengganggu dan membuatmu tidak senang mendengarnya,
maka janganlah engkau segera membalas ataupun segera
menunjukkan reaksi kerasmu tanpa kau mengecek terlebih dahulu
Sebab pada umumnya, di zaman seperti ini adalah kebohongan dan
kepalsuan, dan yang menjadi bahan perbincangan orang adalah
sesuatu yang buruk, bukan yang baik.
Allah SWT dalam salah satu firman-Nya menyeru kepada kaum
mukmin: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu. (QS: Al-Hujurat ayat 6)
Selanjutnya kuwasiatkan padamu agar engkau selalu menghindari
penyakit riya’, takabbur, dan ‘ujub serta berburuk sangka kepada
orang lain. Hindarilah penyakit dengki dan waswas, karena sifat-sifat
tersebut merupakan sifat-sifat setan.
Penyakit riya’, membuatmu melakukan sebuah tindakan hanya demi
mencari keridhaan dan pujian makhluk. Sifat semacam ini, tidak
diragukan lagi, adalah salah satu bentuk kemusyrikan.
Lebih buruk dari itu adalah ketika engkau mempersekutukan
bersama Allah dengan sesuatu yang tidak mengandung manfaat dan
tidak pula membahayakan.
Dan seandainya Allah SWT mengetahui bahwa engkau telah
mendekatkan diri kepada-Nya melalui sebuah amal ibadah yang
seharusnya diniatkan semata-mata karena Allah, namun ternyata
engkau campuri amal ibadahmu itu dengan riya’, maka sebenarnya
ketika itu pun nilai dan kualitasmu telah jatuh di mata Allah SWT.
Adapun Penyakit takabur dapat menyebabkan engkau tercegah dari
kedekatan dengan Allah SWT sehingga kamu tidak lagi dapat
berpikir dari mana asal-usulmu, kondisi macam apa yang telah
menyertaimu, dan kemana tujuanmu. Bukankah awal dari
kehidupanmu adalah setetes air mani yang hina dan di antara kanan
kiri mu ada kotoran yang hina nasibmu kelak adalah menjadi sebuah
bangkai yang kotor.
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Sedangkan penyakit ‘ujub dan dengki, keduanya merupakan sifat yang
melekat pada Iblis—semoga Allah melaknatnya dan siapa saja yang
mengikuti kedua sifat buruk tersebut. sebab, ketika Iblis dibuat terkagumkagum oleh asal-usul penciptaannya (dari api, berbeda dengan Âdam as
yang Allah ciptakan dari tanah—pent.), hal itu lalu mendorongnya bersifat
angkuh, congkak lalu merasa bangga pada dirinya sehingga membuat
akhirnya ingkar seraya berkata, ‘Aku lebih baik darinya’. Iblis lalu melihat
bahwa Allah telah menganugerahkan kepada Âdam as aneka nikmat,
diapun tidak puas dengan pemberian-Nya terhadap Âdam lalu marah dan
kemudian iri terhadap Âdam as. Akibat dari ulahnya tersebut, Iblis
kemudian diusir oleh Allah dan menjadi tercampakkan dari-Nya.
Setelah peristiwa itu, Âdam as semakin didekatkan kepada Allah,
dipilih dan disayangi-Nya. Maka pahamilah realitas ini saudaraku, niscaya
engkau selamat dan meraih beruntung.
Janganlah sekali-kali engkau membenci anugerah Allah yang telah
dicurahkan kepada siapa saja yang dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya.
Sadarilah baik-baik kapasitasmu, janganlah engkau melampaui
hakikat dirimu. Cermati, pahami dengan baik dan pastikanlah bahwa
engkau adalah tiada lain hanyalah seorang hamba yang lemah. Engkau
tidak dapat mendatangkan untuk dirimu atau diri selainmu sedikitpun
manfaat ataupun bahaya. Engkau sama sekali tidak memiliki kemampuan
dapat menghidupkan atau mematikan dirimu. Kelak di hari kiamat juga
engkau takkan mampu membangkitkan dirimu sendiri. Karena itu sadari
dan terimalah realitas ini. Pahamilah firman Allah yang mengatakan:
Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat , maka
tidak ada satupun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan
maka tidak satu pun yang sanggup melepaskannya sesudahnya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
Katakanlah, “Ya Allah Pemilik kerajaan! Engkau yang memberikan
kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan
dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Hanya di
tangan-Mu; segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu.. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau
masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang
mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. dan Engkau yang
memberi rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”
Waspadai dan hati-hatilah engkau dari kebiasaan berdusta,
karena seorang pendusta adalah manusia terkutuk seperti
ditegaskan Al-Qur’an Al-Karîm. Siapa saja yang berucap
sesuatu dengan kebohongan maka keadilannya telah gugur,
ucapannya tertolak dan kualitasnya menjadi berkurang, ceritaceritanya pasti tidak akan dipercaya dan mereka pasti akan
menghinanya. Dia sendiri akan menjadi hina di mata seluruh
manusia di atas muka bumi ini. Maka hati-hati dan hindarilah
dirimu dari perbuatan dusta secara total, dan jauhkan dari
sesuatu yang dapat membuat kualitasmu menjadi berkurang
dan hina. Jangan kau membiasakannya baik dalam keadaan
serius maupun canda, tidak pula dalam keadaan terjaga
ataupun tertidur. Misalnya engkau berkata bahwa, ‘aku melihat
sesuatu’ padahal engkau tidak melihatnya. Dalam sebuah hadis
dinyatakan, “barang siapa yang berdusta dan mendustakan apa
yang dilihatnya padahal dia tidak melihatnya maka kelak di
hari Kiamat dia akan dipaksa akan diminta oleh Allah untuk
mengikat antara dua biji sya’ir yang terbuat dari api neraka,
dan siapa yang mendengarkan ucapan suatu kaum yang
membencinya, maka kelak akan dicucurkan kepada kedua
telinganya Al-Ânuk yaitu air timah yang telah
dihancurkan/dipanaskan.”
Janganlah kau bawa berita tentang para pembohong karena
nanti hal itu akan dinisbatkan kepadamu dan celaannya akan
kembali padamu. Dalam Shahîh Muslim terdapat sebuah hadis
Nabi Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam yang
berbunyi: “Cukuplah merupakan sebuah perbuatan dusta bagi
seseorang ketika dia mengucapkan sesuatu segala sesuatu yang
dia dengar.”
Kalau kau ingin mengetahui bukti atas apa yang kau
ucapkan, maka dengarkanlah apa yang diucapkan oleh orangorang ditempat perkumpulan mereka, jika diucapkan pada
mereka. “si Fulan berkata begini”. Kalau dia termasuk orang
jujur, tentu tidak akan kau dengar seorangpun yang mengkritik
atau menghujatnya.
Tetapi jika dia termasuk orang pembohong maka ucapannya tidak
akan diterima meskipun dia benar.
Karena itu pilihlah untuk dirimu mana di antara kedua jalan itu
yang kau hendaki.
***
Secara garis besar kuwasiatkan agar engkau selalu membiasakan
diri bersikap diam, karena sikap demikian adalah yang paling
tepat dan pantas kau lakukan. Isa as pernah berkata, “Jika
berbicara itu diibaratkan dengan sebuah perak, maka sikap diam
diumpamakan sebagai emas”. Seorang Penyair berkata,
Seseorang mati akibat kesalahan lidahnya
Dan tidak berakibat mati siapa yang terjatuh karena ketergelinciran
kakinya
Kesalahannya dalam berbicara dapat memisahkan kepala dari
tubuhnya
Sedangkan luka akibat ketergelinciran kakinya dapat segera pulih
Penyair lain menuturkan:
Jagalah lisanmu wahai manusia
Jangan sampai dia menggigitmu, karena dia adalah ular berbahaya
Betapa banyak penghuni kubur yang menjadi mati akibat ulah
lisannya sendiri
Para pemberani sekalipun, tak kuasa berhadapan dengan lisan yang
berbahaya
Penyair lain menuturkan:
Sesungguhnya lisan, meski bentuknya kecil
Namun sebenarnya besar dan berbahaya
Seringkali aku menyesali apa yang telah kuucapkan
Dan yang tidak kuucapkan tidak kusesali
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Bukankah
manusia dijerumuskan ke dalam api neraka melalui wajah dan
hidung-hidung sebagai akibat dari lisan mereka sendiri?”
Diriwayatkan pula bahwa Abu Bakar Ash-Shiddîq ra seringkali
meletakkan batu pada mulutnya
agar beliau tidak mudah berbicara seraya berkata:
“Inilah yang dapat membuatku tercampakkan ke dalam api”
sambil menunjuk lisannya.
Ketika mendengar seseorang berteriak:
“Si fulan telah mati syahid! Selamat baginya karena dia kini
telah meraih surga!” Rasulullah berkata kepada orang itu:
“Apa gerangan yang membuatmu mengetahui apa yang kau
ramalkan? Siapa tahu ketika di dunia dia mengucapkan sesuatu
yang tiada berguna, atau dia kikir dan tidak mau memberikan
sesuatu yang tidak dibutuhkannya?”
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Dalam sebuah hadis shahîh, yang dikatakan bahwasannya
hadits tersebut merupakan salah satu qaidah-qaidah islam:
“Dari sebagian kebaikan islam seseorang dia meninggalkan
sesuatu yang tidak penting baginya.”
Apabila engkau hendak melakukan sebuah perjalanan,
maka rahasiakanlah rencanamu itu dan lakukanlah di pagi hari.
Sebaiknya perjalananmu itu kau mulai di hari Senin atau
Kamis. Kalau tidak, maka sesungguhnya hari-hari Allah
seluruhnya adalah keberkahan.
Bacalah Ayat Kursi sebelum kau keluar dari rumah, disusul
dengan doa Al-Karb yang populer. Lalu tulislah huruf-huruf
yang merupakan awal-awal dari surat-surat Al-Qur’an berikut
ini Bawalah tulisan itu bersamamu karena sesunggunya hurufhuruf yang terdapat pada awal-awal surat Al-Qur’an itu memiliki
sirr yang sungguh agung dalam menolak bencana dan menarik
serta meraih berbagai macam manfaat. Jika engkau hendak
menaiki kapal di lautan, maka tulislah dalam sebuah tembikar
ataupun batu lalu campakkan ia ke dalam laut sebelum kau naiki
kapal itu, niscaya engkau akan mendapatkan kemudahan dalam
perjalananmu di laut dan huruf-huruf itu ialah:
Bismilahirrohmanirrohim
Alif Lâm Mîm, Alif Lâm Mîm, Allâhu, Alif Lâm Mîm Shâd, Alif
Lâm Râ, Alif Lâm Râ, Alif Lâm Mîm Râ, Alif Lâm Râ, Alif Lâm
Râ Alif Lâm Râ,
Kâf Hâ’ Yâ ‘Ayn Shâd, Thâhâ, Thâ Sîn Mîm, Thâ Sîn, Thâ Sîn Mîm,
Alif Lâm Mîm, Alif Lâm Mîm, Alif Lâm Mîm, Alif Lâm Mîm, Yâ Sîn,
Shâd, Hâ Mîm, Hâ Mîm, Hâ Mîm ‘Ayn Sîn Qâf, Hâ Mîm, Hâ Mîm,
Hâ Mîm, Hâ Mîm, Qâf, Bûb Wal-Qalami Wamâ yasturûn
Perbanyaklah membaca surat li îlâfi quraisyn pada saat engkau
keluar rumah. Dan Jadikanlah menuntut ilmu dan mempelajari
agama Allah sebagai kebiasaanmu, perhatian hatimu, pengamalan
badanmu, gigitlah dengan gigi gerahangmu hiasilah semua penjuru
tempatmu dan bersungguh-sungguhlah kamu semata-mata karena
Allah Swt bukan karena tujuan lain yang bersifat duniawi.
Camkanlah baik-baik hal ini sambil berharap semoga engkau
meraih keridhaan Allah SWT.
Karena sesungguhnya, “Para ulama adalah pewaris para nabi,
sebagaimana keterangan yang telah datang
Allah SWT berfirman:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat
dan orang-orang yang berilmu.
dan Allah SWT berfirman:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah SWT berfirman:
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” dan Rasulullâh
shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang
menuntut ilmu didalam agama Allah, maka Allah akan
mencukupkan dari semua kebingungannya dan Allah akan
memberikan rezekinya dengan cara yang tidak diduga-duga .”
Dan Rasûlullâh shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam
bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT menanggung atas rezekinya para
pencari ilmu.”
Mengomentari hadis ini, Sayyiduna ‘Abdullah Al-Haddâd
berkata:
“Ini adalah jaminan khusus dari Allah bagi penuntut ilmu,
setelah jaminan umum yang dengannya Allah menjamin
kelangsungan rezeki seluruh makhluk di muka bumi ini. Karena
itu seorang penuntut ilmu memperoleh tambahan kemudahan
dan tambahan karunia rezeki.”Wallâhu A‘lam.
Rasulullâh shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa saja yang maut datang menjemputnya
sedangkan dia dalam keadaan sedang menuntut ilmu demi
menghidupkan Islam, maka tidak ada pemisah antara dia
dengan para nabi kecuali derajat kenabian.”
Ketahuilah bahwa ilmu adalah lautan yang penuh
ombak, begitu luasnya dan tidak bertepi.”
Luqmân Al-Hakîm ditanya oleh putranya, “Siapakah
yang dapat meliputi seluruh ilmu?” Luqmân berkata, “Semua
orang. Itu berkaitan erat dengan apa yang telah mereka terima
dari Allah SWT, sedangkan Allah SWT berfirman:
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”
Berkaitan dengan menutut ilmu, sudah sepantasnya terlebih
dahulu engkau utamakan sesuatu yang lebih penting, baru
setelah itu kau pelajari hal-hal lain yang tingkatnya lebih
rendah, Pertama-tama, mulailah dengan mempelajari kitabkitab ringkasan seperti: Mukhtashar Syekh Abû Syujâ‘,lalu kitab
Bidâyatul Hidâyah karya Hujjatul Islâm Al-Ghazzâli, lalu kitab
Al-Adzkâr karya Syeikhul Muhyiddin Yahya An-Nawawi, lalu
kitab Al-Minhâj karya An-Nawawi serta Syarahnya, pelajari itu
semua sebisa mungkin dan yang sekiranya mudah untukmu.
Selanjutnya kitab Ar-Risâlah karya ‘Abdul Karîm bin Hauzân
Al-Qusyairi karena kitab ini cukup berkualitas dan mantap
dalam penjelasan tentang tharîqah.
Begitu pula karya-karya Sayyidina Al-Quthb Al-Habîb
‘Abdullâh bin Alwi Al-Haddâd, yang mana seluruh karyanya
sungguh baik dan berkualitas khususnya kitab An-Nashâ’ihu
Ad-Dîniyyah dan kitab Al-‘Awârif karya Syekh Umar bin
Muhammad As-Suhrawardi, begitu pula kitab Ihyâ’ ‘Ulumuddin
karya Hujjatul Islam Al-Ghazzâli.
Selanjutnya ambillah pelajaran ‘Ulumul Qur’an dan ilmu-ilmu
alat pengenalan makna-makna Al-Qur’an, setelah engkau
bersungguh-sungguh menghapal Al-Qur’an, karena menghapal
Al-Qur’an banyak sekali keutamaannya. Perhatikanlah
keutamaan-keutamaan menghapal Al-Qur’an berikut ini:
“Sebenarnya dia (Al-Qur’an yang mereka tolak dan enggan
mempercayainya itu) adalah ayat-ayat yang nyata kebenarannya
dan berada (dihafal) di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu
(dan memanfaatkan ilmunya). Dan tidak ada yang mengingkari
ayat-ayat Kami setelah jelas kebenarannya kecuali orang-orang
zalim.”
Rasûlullâh shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang menghapal Al-Qur’an, maka dia telah sampai pada
derajat kenabian, hanya saja dia tidak diberi wahyu.”
Dalam hadis lain disebutkan: “Jika Al-Qur’an ini berada pada
sebuah kulit, maka dia tidak akan disentuh oleh api neraka.”
Ketika menggambarkan umat Nabi Muhammad shallallâhu
‘alayhi wa âlihi wa sallam, Mûsa as berkata: “Injil-injil mereka
ada di dada-dada mereka, dan selain mereka membacanya
dalam mushhaf. Imam Syafi‘i berkata: “Jika seorang manusia
bersedekah dengan sebuah sedekah kepada fakir miskin maka
pahalanya itu diberikan kepada para penghapal Al-Qur’an, dan
jika dia bersedekah dengan sebuah sedekah kepada manusia
yang paling berakal maka itu dipindahkan kepada para hamba
zuhud di dunia ini.”
Ingin juga kuingatkan engkau di sini mengenai
pentingnya Tafsir Imâm Husain bin Mas’ud Al-Farra AlBaghawi karena kitab ini merupakan sandaran dalam
penjelasan tafsir Al-Qur’an.
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Para Sâdah dan ulama salaf Bâ ‘Alawi sangat menganjurkan
agar kita selalu membaca kitab itu dengan serius. Memang kitab
itu pantas kita baca dengan penuh keseriusan.
Selanjutnya, hendaknya engkau juga memiliki pengetahuan
buku-buku sastra seperti Nahwu, bahasa Arab dan selainnya.
Jangan sekali-kali engkau mengabaikan buku-buku seperti
Maqâmât Al-Harîri setelah sebelumnya engkau mempelajarinya
pada seorang Syekh yang menerangkan kepadamu maknamaknanya karena kitab seperti itu cukup mendapat perhatian
besar dari para ulama salaf kita.
Syekh Ahmad bin ‘Ujail berkata:
“Maqâmât Al-Hariri adalah sebuah hidangan kue manis, kami
telah mencicipinya dan begitu banyak kami mengambil manfaat
darinya.” Begitu pula kitab Al-Mulhah, karena kitab yang ini
mengandung rahasia dari seluruh kitab yang ditulisnya.
Syarah Maqâmât Al-Harîri cukup banyak, antara lain yang
ditulis oleh Syekh Di‘sîn, begitu pula kitab Al-Jazriyyah berikut
syarahnya, kitab Mughnî Al-Labîb ‘an Kutub Al-A‘ârîb karya
Syekh Jamâluddîn ‘Abdullâh bin Yûsuf bin Hisyâm Al-Anshâri
Al-Hanbali, yang merupakan sebuah karya berharga yang
memiliki banyak keutamaan dan manfaatnya benar-benar
dapat dirasakan oleh setiap pembacanya.
Di antara kitab-kitab sîrah yang perlu dibaca adalah
kitab: Al-Iktafi karya Al-Kulâ‘i dan Sîrah ibn Sayyidinnâs.
Kedua kitab itu adalah di antara kitab sîrah yang cukup
berkualitas.
Sedangkan kitab sejarah antara lain kitab yang
berjudul: Mir’âtul Jinân wa ‘Abratul Yaqzhân fi Ma‘rifati
Hawadits Az-zamân wa Taqallubi Hâlil Insan bi Tashrîfi AlMaliki Ad-Dayyân AlladziMir’âtul Jinân wa ‘Abratul Yaqzhân fi
Ma‘rifati Hawadits Az-zamân wa Taqallubi Hâlil Insan bi Tashrîfi
Al-Maliki Ad-Dayyân Alladzi Kulla Yaumin Huwa fî Sya’n karya
Al-Imâm Abu Muhammad ‘Abdullâh bin As‘ad bin ‘Ali AlYâfi‘i
dan kitab al-Khamis fî Sîrati Anfasi Nafîs karya Imam Abû AlHasan Al-Bakri serta kitab Thabaqât Al-Khawâsh karya AsySyaraji.
Kitab hadits yang kuanjurkan untuk kau baca dan pelajari adalah:
Shahîh Bukhâri, Shahîh Muslim, Sunan Abû Dâwûd, Sunan AtTirmidzi, Sunan An-Nasâ’i, Sunan Ibnu Mâjah, Al-Jâmi‘ AshShaghîr karya As-Shuyûthi, serta kitab Taysîrul Wushûl ilâ ‘Ilmil
Ushûl karya Ad-Dîbâ‘i Al-Yamâni.
Dan dari kitab-kitab pengenalan hak-hak Nabi Muhammad
shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam yang perlu dipelajari adalah
kitab:
Syifâ’ul Amrâdh karya Qâdhi ‘Iyadh.
Sedangkan yang menerangkan pengenalan hak-hak Ahlul Bait
Nabi Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam, khususnya
Âli Abî ‘Alawi adalah kitab:
Al-‘Iqdu An-Nabawi karya Al-Habîb Syekh bin ‘Abdullâh Al-
‘Aidrûs, kitab Al-Jauhar AsySyaffâf karya Al-Khathîb kitab AlMasyra‘ Ar-Rawi karya Asy-Syilli dan kitab-kitab lainnya seperti
Syarh Al-‘Ainiyyah karya Al-Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi.
Sudah sepatutnya juga engkau memiliki perhatian terhadap
qashîdah- qashîdah populer yang dikenal banyak mengandung
hikmah dan biasa dibaca oleh para ulama salaf maupun khalaf.
Antara lain Al-Qashîdah Al-Hamaziyyah dan Al-Burdah karya
Syekh Al-Bûshiri, serta syarah dari kedua qashîdah tersebut yang
ditulis oleh Ibn Hajar dan Al-Mahalli, di samping juga qashîdah
yang awalnya berbunyi: Ilâ matâ anta bil-ladzdzâti masyghulu, yang
membantah qashîdah Bânat Su‘âdu, dan masih karya Syekh AlBûshiri.
Demikian pula qashîdah Al-Munfarijah yang masyhur terutama
ketika ditimpa kekeringan dan kemarau yang
berkepanjangan,sebab qasidah itu amat besar manfaatnya dalam
menghasilkan kesuburan yang sangat cepat.
Juga qashîdah Ummul Faraj karya Syekh Muhammad Bâ
Shal‘ah Az-Zu‘bi yang awalnya berbunyi Sahartu wa hâjat bil
madâmi‘i muqlatî karena dalam qashîdah tersebut penyusunnya
bertawassul dengan maqâm para nabi yang mulia, para malaikat,
para wali dan para ulama, serta bertawassul dengan asmâ’- asmâ’
Allah yang mahaagung dan kitab-kitab-Nya.
Yang juga tak kalah pentingnya adalah:
Istighfâr Abû Madyan, ‘Aqîdatul Imam Al-Yâfi‘i, Dîwân Syekh Abû
Bakr Al-‘Adeni, Dîwân Al-Faqîh ‘Umar ibn Al-Fâridh dan As-Sûdi.
Karya-karya agung semua itu perlu kita baca karena para
penyusunnya terdiri dari para ulama ahli makrifat yang senantiasa
merindukan Allah SWT. Apa yang keluar dari lisan-lisan mereka itu
benar-benar dapat terasa dan begitu mantapnya bersemayam dalam
setiap jiwa dan sanubari siapa pun yang mendengarnya.
Hal lain yang patut kau camkan baik-baik adalah bahwa
hendaknya pada
saat menuntut ilmu-ilmu agama, engkau senantiasa dibimbing dan
diarahkan oleh seorang Syekh ahli makrifat yang handal, memiliki
wawasan keilmuan cukup, berakhlak luhur, memiliki sejarah hidup
yang mulia dan memiliki ketajaman pandangan mata batin (bashîrah).
Selain itu, ilmu yang dimiliki Syekh pembimbing dan mursyid-mu itu
sudah seharusnya berasal dari Syekh-Syekh lain yang sanad-nya
saling sambung-menyambung membentuk sebuah mata rantai hingga
berujung pada Rasulullah shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam.
Dan akan lebih sempurna lagi kalau ternyata engkau
menemukan syekh yang kebetulan dia adalah seorang Syarîf yang
silsilahnya tersambung kepada Al-Husain bin ‘Ali bin Abî Thalib, dan
bermazhab Ahlussunnah Wal-Jamâ‘ah. Dalam sebuah hadis yang
cukup populer, Rasululullah SAW bersabda: “Seorang ‘âlim yang
berdarah keturunan Quraisy akan memenuhi bumi ini dengan
pengetahuan.”
Selanjutnya saudaraku, pelajarilah ilmu dari syekh mursyid-mu itu,
sebab dengan demikian dia secara otomatis telah menjadi ‘ayah’-mu,
dan engkau adalah putranya. Maka terjalinlah suatu kontak spiritual
antara engkau dengannya, sebagaimana yang dialami oleh Salmân
radhiyallâhu ‘anhu serta dialami pula oleh para ulama salaf dan
khalaf kita. Jika Syekh seperti itu yang kau temukan,
maka sudah sepatutnya engkau serahkan totalitas jiwamu
kepadanya, kau gantungkan dirimu kepadanya dalam seluruh
persoalan yang kau rasakan sulit. Sudah sepatutnya kau patuh
padanya, di samping menjadikannya sebagai media antara engkau
dengan Allah SWT. Selain itu, ambillah darinya ijâzah dalam
periwayatan ilmu-ilmu agama secara keseluruhan. Mintalah darinya
Libâs Al-khirqah Ash-shûfiyyah, talqîn kalimat Lâ ilâha Illallâh serta
Mushâfahah yang populer di kalangan ahli tharîqah. Dengan
demikian, engkau telah bergabung dalam lingkaran mata rantai ahli
tharîqah yang saling sambung menyambung, sehingga engkau
memiliki hak-hakmu sebagaimana mereka pun memiliki hak-hak
yang sama. Insyâ- Allâhu Ta‘âla. Perlakukanlah Syekh-mu itu dengan
penuh akhlak. Janganlah kau kemukakan sebuah pendapat tentang
persoalan apapun serta di tengah kondisi bagaimanapun, kecuali
pendapatmu itu telah memperoleh restu dari sang Syekh.
Percayakanlah segala urusanmu pada pendapatnya meski sesulit
apapun urusanmu itu. Merujuklah selalu pada Syekh-mu. Ketahuilah
apa saja yang menjadi kewajibanmu
terhadapnya serta apa saja hak-hakmu padanya, sebagaimana
disebutkan misalnya oleh Hujjatul Islâm Al-Ghazzâli dalam kitab AlBidâyah dan Al-Ihyâ’-nya serta Muhyiddîn dalam kitab At-Tibyân-nya
serta para ulama lainnya. Sebab, faktor utama penyebab seorang
murîd memperoleh ilmu Allah yang merupakan fath dan nûr yang
Allah anugerahkan kepadanya—sehingga kedudukannya di sisi Allah
demikian istimewa dan aneka hijâb yang selama ini menutupi hakekat
segala sesuatu, Allah singkapkan untuknya—adalah berdasarkan
kapasitas adab murîd yang bersangkutan terhadap Syekh-nya, serta
sejauh mana kualitas ta‘zhîm sang murîd kepada Syekh-nya.
Secara garis besar, sudah sepatutnya engkau menyimpulkan
bahwa di atas muka bumi ini tidak ada orang yang lebih sempurna,
mulia dan lebih agung dari Syekh-mu itu. Engkau juga harus
meyakini bahwa maqâm-maqâm segenap syekh yang ada di zamanmu
berada di bawah maqâm Syekh-mu, setinggi apapun maqâm mereka.
Janganlah kau membantah pendapat Syekh-mu dalam persoalan
apapun yang kau hadapi, baik lahir maupun batin, kalau memang
engkau ingin meraih kemenangan dan kesuksesan dalam seluruh citacitamu serta ingin berhasil menaiki derajat-derajat yang tinggi.
Sahabat ‘Abdullâh bin ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhu berkata: “Aku
merendah ketika aku menjadi seorang pencari ilmu, lalu kini aku dibuat
mulia dan agung (dalam posisiku sebagai Syekh yang menjadi rujukan para
murîd).” Ibnu ‘Abbâs selalu menciumi kaki Syekh-nya Zaid bin Tsâbit bin
Dhahhâk Al-Kazraji Al-Anshâri. Beliau juga sering kali menuntun hewan
tunggangan Syekh-nya. Diriwayatkan pula bahwa Al-Amîn dan Ma’mûn
putra Khalifah Hârun Ar-Rasyîd sering kali berebut sandal Syekh-nya, AlKasâ’i, mana di antara dua keduanya itu yang akan memakaikan sandal
sang Syekh. Maka Al-Kasâ’i pun berkata kepada kedua muridnya,
“Masing-masing boleh memakaikan satu sandal ke kakiku.”
Dalam sebuah hadis, Rasûlullâh saw bersabda, “Ayahmu ada tiga
orang; ayahmu yang melahirkanmu, ayahmu yang mengawinkanmu
dengan putrinya, dan ayahmu yang mengajarimu ilmu; ayahmu terakhir
inilah yang paling mulia.”
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Ketahuilah bahwa seorang Syekh—yang menjadi rujukan dalam hal
penututan ilmu dan peraihan petunjuk Allah SWT Dzat Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang—sangat mengandalkan niat serta tujuan
sang murîd pada saat sang Syekh hendak memantapkan jalinan
hubungannya dengan sang murîd tersebut. Untuk selanjutnya sang Syekh
takkan melepaskan hubungannya dengan sang murîd, kecuali jika hal itu
dikehendaki oleh sang murîd. Adapun sang Syekh, dia tidak akan pernah
memutuskan hubungannya dengan sang murîd, meski pada kenyataannya
dia menginginkan hal itu terjadi.
Contoh yang mirip dengan kondisi di atas adalah seorang imam shalat, jika
dia menunjuk seorang imam bagi sekelompok jamaah yang hendak
melakukan shalat, maka tentu hal itu bukan berarti bahwa statusnya
sebagai imam shalat menjadi gugur. Sedangkan makmum, kapan saja dia
berniat mufâraqah, maka seketika itu pula hubungan dia dengan imam
shalatnya menjadi terputus.
Selanjutnya jika engkau telah memperoleh dengan benar-benar
mantap apa yang telah Allah permudah untukmu berupa ilmu-Nya, maka
sudah selayaknya engkau berupaya sekuat tenagamu untuk mengamalkan
ilmu tersebut, sambil memohon pertolongan-Nya. Lalu aturlah waktumu
dan sibukkanlah dirimu setiap saat dengan men-dawâm-kan sebagaimana
yang telah dikutip oleh Hujjatul Islâm Al-Ghazzâli dalam Al-Bidayâh-nya
seraya berupaya menempatkan bacaan wirid-wirid tersebut sesuai dengan
waktu-waktunya yang telah ditentukan.
Biasakanlah bangun di setiap sepertiga akhir malam, walaupun beberapa
saat sebelum tiba waktu subuh. Biasakanlah dirimu di saat-saat yang penuh
berkah itu dengan memanjatkan doa yang sunnah dibaca setelah dua rakaat
shalat sunnatul fajr, lalu bacalah wirid-wirid sunnah dibaca setelah shalat
subuh. Baca dan dawâm-kanlah misalnya wirid yang berbunyi:
yâ qayyûmu fa lâ yafûtu syay’un min ‘ilmihî wa lâ ya’ûduhu (27 x)
(Wahai Dzat Yang Maha Berdiri Sendiri yang tidak ada sesuatupun yang
luput dari dari pengetahuan-Nya dan tidak membuatnya lelah), karena
wirid ini terbukti dapat menguatkan daya hafal. Bacalah juga wirid berikut
ini: yâ mubdi‘al badâ‘i‘ lam yabghi fî insyâ’ihâ ‘aunan min khalqihi (99 x)
(Wahai Dzat Pencipta segala sesuatu tanpa mencontohnya sebelum
penciptaan itu, wahai Dzat yang tidak membutuhkan pertolongan para
makhluk-Nya pada saat mencipta) wirid ini sangat mujararab dibaca untuk
meraih manfaat keagamaan maupun duniawi.
Jangan kau tinggalkan shalat Dhuhâ, karena melakukan shalat dhuhâ
adalah ciri orang-orang shâleh.
Bacalah setiap usai shalat Zuhur wirid berikut ini:
lâ ilâha illallâhu al-malikul haqul mubîn sedikitnya (100 x)
Tiada Tuhan selain Allah Dzat Maha Raja, Maha Benar lagi Maha Jelas
Bacalah Hizbul-Bahr setiap setiap hari manakala engkau usai
melaksanakan shalat ‘Ashar. Hizib ini dikenal dapat mendatangkan
keberkahan dan nûr bagi siapa saja yang membacanya di waktu itu.
Janganlah pernah kau lewatkan kesempatan membaca Hizib tersebut,
bahkan berusahalah agar kau dapat menghapalkan dan men-dawâm-kannya
pada waktu yang telah ditentukan.
Kemudian hidupkanlah waktu antara Maghrib dan ‘Isya dengan
membaca Al-Hizb Al-Masyhûr (Al-Qur’ân) di masjid Selanjutnya, jika
engkau selesai melaksanakan shalat ‘Isya’, maka janganlah engkau
meninggalkan bacaan Râtib Sayyidinâ ‘Umar bin‘Abdurrahmân Al-
‘Aththâs yang awalnya: a‘ûdzu billâhi as-samî’‘il ‘alîmi minasysyaithânirrajîm1
. Begitu pula janganlah kau tinggalkan bacaan wirid AlFâthihah yang telah disusun oleh Al-Imam Ghazzâli Setelah sembahyang
fardhu yaitu
21 x setelah shalat Shubuh, 22 x setelah shalat Zhuhur, 23 x
setelah shalat ‘Ashar, 24 x setelah shalat Maghrib dan 10 x
setelah shalat ‘Isya’ sehingga total berjumlah 100 kali dalam
setiap harinya.
Amalkanlah selalu bacaan Asmâ’ Allah Al-Husnâ terutama asmâ
Allah yang berbunyi: yâ mubdi’u yâ khâliqu (100 x) Kedua
Asmâ’ Allah tersebut dikenal mujarrab dapat menguatkan daya
hafal dan pemahaman terhadap ilmu-ilmu pengetahuan
keislaman, terutama membuat setiap pembacanya dapat
memahami apa saja yang terasa asing dan dinilai paling sulit
untuk dipahami. Sedikitnya bacalah asmâ’ ini sebanyak seratus
kali, sedangkan maksimal engkau dapat membacanya sebanyak
mungkin.
Lalu bacalah asmâ’ Allah lainnya yang diyakini yang
dapat menyebabkan doa kita dikabulkan oleh Allah SWT, yaitu:
yâ samî‘u yâ bashîr Jumlah bacaan minimal asmâ’ ini setiap
harinya adalah sebanyak 100 kali.
Dan dari sebagian huruf-huruf Al-Qur’an yang sudah selayaknya
kau biasa membacanya khususnya ketika engkau menghadapi
orang-orang zalim agar terhindar dari bahaya mereka adalah Kâf
Hâ Yâ ‘Ain Shâd, Hâ Mîm ‘Ain Sîn Qâf. Huruf Kâf Hâ Yâ ‘Ain Shâd
engkau ikatkan pada jemari tangan kananmu dan Hâ Mîm ‘Ain Sîn
Qâf. kau ikatkan pada jemari tangan kirimu.
Di antara ayat Al-Qur’ân yang mengandung banyak keutamaan
adalah ayat-ayat berikut ini:
dan zikir lain yang harus engkau baca secara rutin adalah:
yâ arhamar-râhimîna
Sebab beberapa masyâyikh kita tidak pernah berhenti mendawâm-kan zikir tersebut. begitu pula zikir yang berbunyi: yâ
hayyu yâ qayyûm Karena zikir ini adalah di antara asmâ’ Allah
yang mahaagung seperti ditegaskan oleh Imam Muhyiddîn AnNawawi rahimahullâh.
Sehubungan dengan hal ini, diriwayatkan bahwa Rasululullâh
shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam pada hari Perang Badr
mengucapkan: yâ hayyu yâ qayyûm birahmatika astaghîtsu
dan apabila engkau kehilangan sesuatu, bacalah:
َّ
َّ
(116 x) اد
(Wahai Dzat Yang Menghimpun umat manusia pada suatu hari
[Kiamat] yang tidak diragukan lagi, sesungguhnya Allah tidak
pernah mengingkari janji, himpunkanlah bersamaku benda yang
hilang dariku, sesungguhnya engkau adalah Dzat yang tidak pernah
mengingkari janji). Sesungguhnya bacaan tersebut telah teruji
khasiatnya untuk dapat mengembalikan barang-barang yang
hilang.
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Selain itu, ada juga sebagian ulama yang berpendapat bahwa siapa
saja yang kehilangan sesuatu maka hendaknya membaca: Yâ
hafîzhu Bacalah sebanyak 119 kali, tidak kurang dan tidak lebih
Selanjutnya bacalah:
Niscaya Allah akan mengembalikan barang yang hilang dan
menjaganya. Bacaan inipun sudah teruji dan mujarab sekali untuk
mengembalikan benda-benda yang hilang dari tangan kita.
kemudian jika engkau hendak tidur bacalah ayat 164 surah AlBaqarah berikut ini:
إن في خلق السموات واألرض واختالف الليل والنهار والفلك التي تجري في البحرر بمرا ينفر
الناس وما أنزل اهلل من السماء من ماء فأحيا به األرض بعرد موتهرا وبري فيهرا مرن كرل دابر
وتصريف الرياح والسحاب المسخر بين السماء واألرض آليات لقوم يعقلون
Karena ayat tersebut mengandung manfaat yang banyak.
diantaranya dapat membantu dalam menghafal ayat-ayat AlQur’an. Sehingga kau tidak akan pernah lupa
Apa yang kau hafal. Maka bacalah ayat tersebut setiap kali engkau
hendak tidur kapanpun baik siang maupun malam.
Hendaknya yang menjadi bacaanmu ketika menjelang tidur
(اهلل أكبر) ,lillâh alhamdu) الحمد هلل) ,subhânallah) سبحان اهلل) adalah
allâhu akbar masing-masing sebanyak 33 kali. Selanjutnya bacalah:
lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîka lahu, lahul mulku wa lahulhamdu yuhyî wa yumîtu wa huwa ‘alâ kulli syay’in qadîrun (1X)
Bacalah selalu wirid-wirid tersebut di atas dan jangan pernah
engkau tinggalkan atau melupakannya, atau tanpa kau sadari
engkau tertidur sehingga tidak sempat engkau membacanya.
Sebab, wirid-wirid itu memiliki banyak manfaat dan faidah yang
tak terhitung Ucapkanlah sebelum tidur: ( الرحيم الرحمن اهلل بسم(
bismillâhirrahmânirrahîm sebanyak 21 kali, yang sangat
bermanfaat dan dapat meyelamatkan siapa saja yang membacanya
dari bahaya pencurian, kebakaran dan musibah tenggelam.
Lalu jika engkau bangun dari tidurmu, bacalah zikir-zikir
yang telah disunnahkan untuk selalu dibaca. Karena apabila zikirzikir tersebut senantiasa engkau baca dan tidak meninggalkannya,
maka insya Allah engkau akan meninggalkan dunia ini dalam
keadaan husnul khâthimah atau dalam keadaan syahid. Tentu hal
itu merupakan pertanda kebahagiaan di akhirat kelak dan
merupakan harapan kita semua selaku hamba muslim.
Zikir lain yang sebaiknya dibaca setiap kali engkau bangun
dari tidur adalah ayat 190 dan 191 surah Âl ‘Imrân, dan sebaiknya
dibaca hingga ayat 200, yakni sampai akhir surah Âl ‘Imrân.
Hal lain yang kuwasiatkan, adalah berkenaan dengan
beberapa adab dalam menuntut ilmu. Pertama-tama ikhlaskanlah
niatmu ketika menuntut ilmu, semata-mata hanya karena Allah
dan demi kebahagiaan di alam akhirat kelak bukan karena tujuan
lain bersifat keduniaan misalnya karena mencari suatu posisi di
mana kau bisa menjadi mediator antara rakyat dengan penguasa.
Niat seperti itu sangatlah berbahaya.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’ân yang mengancam siapa saja yang
berniat demikian dari kalangan para penuntut ilmu. Dalam salah satu
firman-Nya Allah SWT menegaskan sebagai berikut:
Maka janganlah kalian takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepadaKu. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang
sedikit. Barang-siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
Imam Ath-Thabarâni dalam Al-Mu‘jam Al-Aushath-nya
membawakan sebuah riwayat dari Ibn ‘Abbâs ra yang menyatakan
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ada dua jenis ulama dari
kalangan umatku; pertama seorang ‘âlim yang dikaruniai ilmu lalu
dia mengajarkan ilmu itu dan tidak mengambil sedikitpun upah dari
ilmu yang dia sebarkannya itu lantaran tidak adanya sifat tamak pada
dirinya. Dia juga tidak pernah memperjualbelikannya denga harga
yang murah. Sang ‘âlim seperti itu akan senantiasa didoakan oleh
burung-burung di langit, ikan-ikan di lautan, seluruh binatang melata
di muka bumi serta para malaikat pencatat amal. Dia akan datang
kepada Allah kelak sebagai seorang penghulu mulia, yang kemudian
bergabung bersama para nabi. Jenis ulama kedua adalah seorang
‘âlim yang ketika di dunia Allah menganugerahinya ilmu, tetapi dia
kikir dan tak mau memberikan ilmu yang dimilikinya itu kepada
sesamanya dari kalangan hamba-hamba Allah. Dia pun
memperjualbelikan ilmu itu dengan harga yang murah. Maka, orang
seperti itu kelak akan menghadap kepada Allah SWT dalam keadaan
dikekang oleh kekangan api, lalu terdengar sebuah suara menyerunya
di hadapan segenap makhluk yang tengah berkumpul, “Inilah fulan
bin fulan yang telah diberi ilmu di dunia namun dia kikir tidak
memberikannya kepada hamba-hamba Allah
karena tamak, dan memperjualbelikannya dengan harga yang
murah.” Orang itu kemudian disiksa sampai penghitungan amal
berakhir.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa yang diberi jabatan
sebagai qâdhi maka sesungguhnya dia telah disembelih tanpa
menggunakan pisau”
Salah seorang penyair yang merupakan seorang Qâdhi wara‘
berkata:
Aku diberi jabatan sebagai qâdhi
duhai sekiranya jabatan itu tidak kupegang,
Sungguh jabatan itu telah menyeretku ke pengadilan Allah
Dan sebenarnya aku tidak pernah berharap untuk mendudukinya
Sesungguhnya yang menjadi objek celaan atau kecaman dan yang
umumnya dapat mendatangkan kemurkaan Allah adalah ketika
jabatan sebagai qadhi itu dicari dan diharapkan oleh kita. Namun
apabila tidak ada lagi yang layak menduduki jabatan sebagai
qâdhi kecuali engkau misalnya, dan engkau secara pribadi diminta
untuk menjadi seorang pemutus perkara di tengah masyarakat,
lalu masyarakat melihat adanya kelayakan dan kecakapan pada
dirimu, engkau pun tahu bahwa memang engkau mampu
melaksanakan tugas tersebut semata-mata karena Allah serta
mampu menghadapi orang-orang zalim, orang-orang kuat, dan
orang-orang kaya, maka ketika itu engkau boleh memegang
jabatan tersebut.
Nabi SAW berkata pada beberapa sahabatnya: “Janganlah engkau
mencari kekuasaan karena jika engkau mencarinya maka engkau
akan dibebani oleh tugasmu itu, dan jika engkau diminta untuk
mmegang jabatan tersebut maka sungguh engkau telah
memberinya sebuah pertolongan.”
Allah SWT berfirman: Dan jika seandainya engkau memutuskan
perkara mereka, maka putuskanlah (di antara mereka) dengan cara
yang adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersikap
adil.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya orang-orang
yang bersikap adil di sisi Allah pada hari kiamat kelak akan
berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya.” Seorang
penyair telah berkata:
Dan mudah-mudahan hukum itu ada lima, yang lima itu adalah
kegagahan Sesungguhnya demi umurku dan kekanak-kanakan
didalam permulaan Tidak akan membiarkan semua musuhku pada
semua ukuran keburukan dan mereka tidak akan mengucapkan
“fulan itu sudah menyuap padaku
Sesungguhnya kebenaran telah jelas, pelita petunjuk telah menyala
dan kesudahan (yang baik) bagi orang-orang yang bertakwa.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang mereka adalah para muhsinîn.
Kemudian Tuntutlah ilmu dari ahlinya, dan ajarkanlah pula pada
ahlinya,mengambil faidah juga memberikan faidah disertai dengan ketawadhu‘an dan kekhusyu‘an serta mengetahui kadar siapa yang kau
hadapi, Meminjamkan kitab pada pencari ilmu, khususnya kitab-kitab yang
kau dapati dan kau miliki. Adapun kitab-kitab yang diwakafkan, maka
hati-hatilah jangan kau pernah menahan dan mencegahnya kecuali sekedar
mengambil manfaat. Sebab,orang yang mewakafkan itu tidak bermaksud
kecuali hanya itu. Dalam sebuah hadis disebutkan: “Barang siapa yang
ditanya tentang suatu ilmu yang dia ketahui lalu dia menyembunyikannya,
maka kelak di hari kiamat mulutnya akan dikekang oleh kedali dari api
neraka.” Nabi Isa AS bersabda: “Janganlah engkau meletakkan hikmah
pada orang yang tidak layak menerimanya karena jika demikian engkau
telah menganiayainya. Jangan pula engkau mencegah hikmah itu, karena
jika demikian, engkau telah menganiayai mereka.” Jadilah engkau seperti
seorang dokter yang cermat, sehingga selalu memberi obat tepat pada
sasaran penyakitnya.” Nabi Isa juga berkata: “Barang siapa yang
meletakkan hikmah bukan pada orang yang pantas menerimanya maka
sungguh dia itu adalah orang bodoh, dan siapa yang mencegah hikmah itu
maka dia telah menganiayanya. Sesungguhnya hikmah memiliki hak dan
orang-orang yang pantas menerimanya, maka berikanlah hikmah tersebut
pada orang-orang yang berhak untuk menerimanya.” juga dikatakan
bahwasannya:“Perumpamaan seseorang yang mencegah ilmu sehingga tak
dapat dimanfaatkan, dan dia sendiri tidak mengambil manfaat darinya,
adalah seperti sebuah batu krikil yang berada didalam air; batu kerikil itu
tidak dapat meminumnya, tidak juga membiarkan orang lain minum
darinya.” Penyakit seperti itu telah banyak menimpa pada penuntut ilmu
di zaman ini. bahkan tak jarang mereka adalah berasal dari keturunan
Rasulullah SAW. Mereka meminjam pada orang-orang ‘âlim itu beberapa
kitab yang diwakafkan untuk dapat mereka baca, namun mereka malah
enggan meminjamkannya kepada para dzurriyyah tersebut. Lalu,
bagaimana pertanggungjawaban mereka kelak pada hari kiamat di hadapan
Rasûlullâh (saw)? Jawaban apa yang akan mereka sampaikan atas
perlakuan mereka ketika di dunia yang telah mencegah sampainya ilmu
kepada para keturunan Rasul (saw) atau kepada umatnya secara umum,
sehingga mereka tidak dapat mengambil manfaat dari kitab-kitab yang
berisikan penjelasan tentang ajaran islam, padahal kitab-kitab tersebut
telah diwakafkan?
Apakah mereka benar-benar beriman dan meyakini bahwa mereka akan
berjumpa dengan Allah dan Rasul-Nya di akhirat kelak? Maka segala puji
bagi Allah yang tidak memberi mereka amanat kecuali amanat
pemeliharaan kitab-kitab yang zhâhir saja, dan segala puji bagi Allah yang
tidak menjadikan rezeki para hamba-Nya berada di tangan mereka. Andai
saja mereka diberi amanat demikian, niscaya mereka telah membunuh
banyak orang dengan kelaparan. Segala puji bagi Allah yang tidak
memberikan mereka amanat pemeliharaan rahasia-rahasia dan cahayacahaya wilâyah, kalau saja mereka diberi amanat seperti itu, sungguh
mereka tidak akan pernah membuat satu orangpun dapat mendekatkan diri
kepada Allah. Pernah pada suatu ketika, Al-Faqîr secara pribadi (Penulis
kitab kecil ini, yakni Al-Habîb ‘Ali bin Hasan Al-‘Aththâs –pent.) berniat
untuk meminjam sebuah kitab dari seseorang. Orang itu pun berjanji
kepada saya untuk meminjamkannya. Dia terus menerus mengulur-ulur
janjinya itu hingga saya pun berputus asa. Tak lama kemudian orang itu
meninggal dunia.. Lâ haula wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil ‘azhîm.
Sebuah syair mengatakan:
Biasakanlah Anda meminjamkannya kitab-kitab keilmuan,
Jangan kau kikir, karena kikir itu adalah sebuah keburukan
Jangan engkau dengki, karena kedengkian itu adalah kesialan
Karena sungguh banyak kaum yang menjadi terhinakan akibat penyakit itu
Maka wahai manusia, ambillah pelajaran dari firman-Nya “Anda tidak
akan memperoleh kebaikan sehingga”
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Imam Syâfi‘i ra berkata: “Ilmu mencegah para pemiliknya dari sikap kikir
yang dapat menghalangi sampainya ilmu tersebut kepada orang-orang
yang layak menerimanya.”
Karena itu, jika engkau melihat seseorang yang Allah telah bukakan
pintu ilmu pada dirinya, atau Dia menganugerahinya ketekunan dalam
beribadah, makrifat, kedudukan tinggi atau kelebihan dalam harta, maka
sudah sepatutnya engkau bergembira atas apa yang Allah anugerahkan
pada orang itu. Demikianlah lazimnya sifat seorang mukmin karena
dalam sebuah hadits dikatakan:
“Tidak dikatakan seseorang hamba beriman sebelum dia
mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” Maka
pahamilah hal ini baik-baik, karena sikap kebencianmu terhadap nikmatnikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka itu berarti bahwa engkau
berkehendak agar anugerah itu tidak turun kepada hamba-hamba Allah. Tentu hal itu
tidak dibenarkan. Allah SWT berfirman: Lihatlah bagaimana Kami
melebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti
kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar
keutamaannya. Lalu apabila engkau menghadiri sebuah majlis ilmu dan di
situ terdapat seseorang yang tengah membaca sesuatu, maka janganlah
engkau segera melakukan mudzâkarah (mengulangi pelajaran) yang telah
kau hapal berupa penjelasan beberapa kalimat karena itu tidak baik buatmu
dan itu artinya kamu tidak beradab di hadapan orang yang sedang
membaca. Kecuali jika sang Syekh yang tengah memipin majlis itu
memerintahkan kepadamu unuk membaca. Dan jika seseorang tengah
membaca, lalu engkau juga memegang sebuah kitab, maka janganlah
engkau melihat ke buku yang kau pegang itu, karena dapat mengesankan
bahwa engkau tidak mempedulikan orang yang sedang membaca. Jika
sahabatmu itu membaca sebuah kitab, maka jangan engkau melihat dan
membaca buku yang ada di tangannya, jangan pula kau ambil secarik
kertas pun dari kitab yang sedang dipegangnya. Jika engkau memasuki
sebuah rumah dan di situ terdapat sejumlah kitab, maka jangan engkau
mengambil satu kitabpun kecuali jika pemilik rumah mempersilakannya
kepadamu karena hal itu menunjukkan sikapmu yang tidak beradab. Maka
berhati-hatilah. Dan jika seseorang menulis dalam secarik kertas lalu kau
hadir di hadapannya, maka jauhkanlah pandanganmu dari kertas yang di
tangannya itu. Jika tidak, maka engkau dianggap telah melihat tulisannya.
Dan jika engkau memasuki sebuah rumah, maka mintalah izin terlebih
dahulu kepada pemiliknya untuk masuk. Apabila telah diizinkan, maka
masuklah. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam
surah An-Nûr ayat 27-28: Hai orang-orang yang beriman janganlah
kalianm memasuki rumah yang bukan rumah kamu, sebelum kalian
meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu
lebih baik bagi kamu agar kamu ingat. Jika kamu tidak mendapatkan
seorangpun di dalamnya maka janganlah kamu masuk sampai kamu
mendapat izin. Dan jika dikatakan kepada kamu: “Kembalilah”, maka
kembalilah. Itu lebih suci bagi kamu dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. Jika engkau memasuki sebuah rumah maka
tundukkanlah pandanganmu dari aurat-aurat rumah tersebut serta dari
wanita-wanita yang bukan muhrim. Jika mereka duduk di dekatmu maka
itu boleh-boleh saja, namun dengan syarat engkau tidak menatap mereka. Allah SWT berfirman: Katakan kepada
pria-pria mukmin, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan
mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat.” Jika engkau menghadiri sebuah majelis bersama sekelompok
orang, maka janganlah engkau larut dalam pembicaraan di majelis itu
secara total. Tetapi, bicaralah sepantasnya. Lalu apabila ada seseorang
tengah berbicara di majelis itu, maka jangan kau potong pembicaraannya,
tetapi sabarlah sampai dia selesai menuturkan apa yang ingin dia bicarakan
.Setelah itu barulah kau boleh berbicara.
Jika ada sekelompok orang tengah berkumpul dan engkau hadir di situ,
lalu di antara mereka ada seseorang yang berbicara, maka diamlah anda
mendengarkan apa yang dia ucapkan,kalau keadaan tempatnya berdekatan
dan ucapannya dapat didengar sebab sesungguhnya golongan laki-laki itu
berbicara satu persatu dari mereka Kalau golongan perempuan semuanya
bermaksud berbicara sebelum yang lain, seseorang dari mereka tidak
mengerti atas apa yang di ucapkan oleh yang lain..
Jika sampai kepadamu berita tentang keutamaan yang dimiliki
seseorang, maka bergembiralah, sebarkan berita itu dan pujilah pemilik
kebaikan tersebut sepantasnya, meski ia adalah musuhmu. Sebab, pujian
seseorang kepada sahabatnya adalah pertanda kesempurnaan agama dan
akal pemuji itu sendiri. Apabila yang sampai kepadamu adalah berita
tentang keburukan seseorang, maka janganlah kau sedikitpun
membicarakan apa lagi menyebarluaskannya. Sebab, di antara sifat
mahamulia Allah SWT adalah Dia menampakkan yang baik dan
menyembunyikan yang buruk. Berhati-hatilah, jangan sampai engkau
berprasangka buruk dan menuduh sesamamu tanpa dasar, apalagi yang tak
pantas. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebiasaan banyak dugaan (berprasangka), sesungguhnya sebagian dari
dugaan itu adalah dosa. Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang
lain dan jangan sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah
salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang telah
mati? Maka tentu kalian jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Pada
ayat lain Allah SWT berfirman: Dan kalian telah berprasangka dengan
sangkaan buruk dan kalian adalah kaum yang binasa.
Rasulullâh SAW bersabda: “Hati-hatilah kalian, jauhilah kebiasaan
berprasangka dan menduga-duga, karena dugaan itu adalah sesuatu
yang paling dusta.” Para pendahulu (salaf) kita dari Âl Abî ‘Alawi
menyatakan bahwa: “Tabiat orang-orang rendah itu adalah cendrung
berprasangka buruk (kepada sesamanya).”
Apabila perbuatan seseorang bersifat buruk,
Maka seluruh prasangkanya pun buruk
Dia selalu mempercayai apa yang menjadi dugaannya
Dia memusuhi para pecintanya berdasarkan ucapan musuhnya
Dia pun selalu hidup dalam kebimbangan
Bersikaplah tegas selalu dalam seluruh persoalan yang kau hadapi.
Pastikanlah terlebih dahulu kebenaran berita yang engkau terima.
Janganlah pernah merasa tenteram ataupun percaya terhadap
seseorang yang belum engkau kenali dengan baik dan belum kau uji
kualitas kepribadiannya. Demikianlah kebiasaan para salaf shâleh
kita. Sayyidina ‘Umar ra berkata: “Bukanlah aku seorang penipu
ataupun pembuat tipu daya. Namun akupun tak dapat dengan mudah
diperdaya.”
Waspadailah penyakit dengki dan sikap ‘ngotot’ (bersikeras) untuk
selalu menunjukkan sikap permusuhan kepada orang lain. Hati-hati
pula, jangan sampai engkau memiliki sifat tidak mau menerima maaf
orang lain. Imam Syâfi‘i pernah berkata: “Barang siapa yang dipicu
kemarahannya lalu dia marah, maka dia adalah keledai, dan siapa
yang dimintai keridhaannya namun dia tetap tidak mau meridhai
(orang yang meminta keridhaannya) maka dia adalah setan.” Dalam
kesempatan lain Imam Syafi‘i juga berkata: “Sikap selalu membuka
diri pada banyak orang dapat menghadirkan teman-teman buruk, dan
kebiasaan menutup diri dari mereka juga dapat mendatangkan
permusuhan dengan mereka. Maka tempatkanlah dirimu pada posisi
pertengahan di antara kedua sikap tersebut, tidak lebih dan tidak
kurang.”
Dikatakan dalam Sya’ir:
Janganlah Anda berlebih-lebihan dalam segala sesuatu,
tetapi bersikaplah moderat (berada pada posisi pertengahan dalam
segala hal)
Sesungguhnya sifat berlebih-lebihan dalam segala sesuatu adalah
perbuatan tercela Sebaliknya, apabila berita yang akan disampaikan kepada orangorang mukmin sesamamu itu dapat mengandung kegembiraan
mereka, maka lakukanlah hal itu, karena para sahabat senior seperti
Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar radhiyallâhu ‘anhumâ,
apabila turun sebuah ayat yang membawa kabar gembira bagi kaum
mukminin, mereka segera berlomba-lomba menyampaikan kabar
gembira tersebut kepada para sahabat lainnya. karena perbuatan
tersebut amat terpuji dan dapat mendatangkan pahala. sebuah hadis,
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa menemukan sesuatu
yang dapat membuat gembira saudaranya yang mukmin, niscaya dosadosanya akan diampuni oleh Allah, dan siapa yang selalu
menyenangkan saudara seimannya, berarti dia telah membuat senang
Allah SWT.”
Diriwayatkan pula dalam sebuah hadis bahwa, “Barang siapa
memasukkan kegembiraan ke dalam hati saudaranya yang mukmin,
maka Allah telah menciptakan dari satu kegembiraan itu tujuh puluh
ribu malaikat yang terus menerus ber-istighfâr memohonkan ampun
kepada Allah untuknya hingga hari kiamat kelak.
Hindarilah forum-forum pertemuan yang dapat mengundang
perselisihan dan yang selalu menjadi ajang untuk melakukan
perbuatan ghîbah (menggunjing keburukan sesama hamba mukmin)
serta majelis-majelis yang dapat menimbulkan kecurigaan, karena
sikap selalu waspada dan berhati-hati dalam hal adalah inti dari
keselamatan. Maka berusahalah engkau, agar menjadi seorang hamba
mukmin terbaik di zaman ini yang senantiasa mawas diri. Karena,
mereka (orang-orang yang tidak menyukaimu—pent.) selalu saja
berprasangka buruk terhadapmu manakala mereka melihat hal-hal
buruk berada di dekatmu. Bahkan meski tampak jelas di hadapan
mereka bahwa dirimu dihiasi oleh hal-hal baik, tetap saja mereka
akan mendustakannya dan menuduhmu dengan yang kebalikannya.
Mereka selalu bergembira manakala melihatmu terjerembab dalam
kesalahan, agar mereka dapat mencemoohmu dengan lisan-lisan
mereka. Sebaliknya mereka tidak suka melihat kebaikan pada dirimu,
agar mereka tidak mendengar orang-orang memuji kebaikanmu.
Lalu berhati-hatilah jangan sampai engkau tergoda oleh pujian
mereka manakala mereka hadir di hadapanmu, apalagi engkau
merasa nyaman dan tenteram dengan perlakuan baik mereka
terhadapmu. Sebab, orang yang berjiwa rendah umumnya tidak mau menerima adanya kemuliaan melekat padamu.
Engkau pun jangan pernah menyalahkan mereka, karena hal
itu sudah menjadi sunnatullâh pada segenap makhluk-Nya. Para
nabi, para sahabat begitu pula para wali sungguh telah
mengalami cobaan-cobaan seperti demikian. Allah SWT
berfirman: Sungguh kalian akan diuji menyangkut harta dan diri
kalian. Dan kamu sungguh akan mendengar dari orang-orang
yang diberi Kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak. Jika kalian
bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu
termasuk urusan yang patut diutamakan. DanAllah SWT
berfirman:
Dan Kami jadikan sebagian kalian menjadi cobaan bagi
sebagian yang lain. Maukah kalian bersabar? Dan adalah
Tuhanmu Maha Melihat
Abu Hanîfah berkata: Jika mereka dengki terhadapku, maka
aku takkan mencela mereka Sungguh banyak para pendahuluku
yang dianugerahi banyak keutamaan telah menjadi sasaran
kedengkian Biarlah itu semua terjadi padaku dan para
pendahuluku, Sesungguhnya kedengkian pada mereka akan
membuat mereka mati dalam keadaan marah dan tak puas atas
apa yang mereka saksikan
Hendaklah engkau selalu bersikap bijaksana dan obyektif
semaksimal mungkin dan abaikanlah apa yang selalu kau
dengar dari mereka yang tak menyukaimu tentang dirimu.
Jangan kau sibukkan dirimu dengan menjawab, membantah
atau memperdebatkan tuduhan-tuduhan mereka terhadapmu,
karena hal itu hanya akan membuat sikap mereka semakin
menjadi-jadi. Sedikitpun mereka takkan pernah mau
mendengarkan sanggahan-sanggahanmu, meski yang kau
ucapkan itu benar. Mereka tidak akan pernah bergembira
manakala melihat kebenaran tampak pada ucapanmu. Karena
itu biarkan mereka bersikap demikian, diamlah
dan jangan pedulikan mereka. Kuperingatkan agar engkau jangan sekali-kali
menjawab atau menanggapi mereka kecuali dengan cara yang terbaik (billatî
hiya ahsan). Apabila engkau masih juga ingin menjawab dan menanggapi
sikap mereka, maka perlu engkau ketahui bahwa sebenarnya munculnya reaksi
darimu itulah yang merupakan tujuan utama dari usaha mereka selama ini.
Mereka menginginkan agar engkau tidak memiliki kesibukan apapun selain
menanggapi mereka, sehingga semangat keberagamaan, sifat-sifat positif dan
jiwa ksatria pa da dirimu semuanya menjadi lenyap. Dan inilah pula target
utama setan dari upayanya selama ini agar hilang agama dan kehormatanmu.
Beberapa orang yang dikenal pemilik kemuliaan menandaskan bahwa 9/10
dari keselamatan didalam sifat lalai. Dan abaikanlah beberapa perkara, yang
tiada seorang pun dapat dinilai terpuji sebelum dia mengabaikan perkaraperkara tersebut. Biasakanlah selalu engkau menjaga dan menyembunyikan
rahasia Janganlah kau menyebut-nyebut sesuatu di hadapan orang kecuali
yang memang ingin kau tunjukkan pada mereka. Misalnya ketika tampak
sesuatu yang berpotensi dapat membahayakanmu. Maka hal itu wajib kau
rahasiakan. Sebab, orang-orang yang tidak menyukaimu pasti akan berusaha
menyebarluaskannya sambil berlomba-lomba membongkar rahasiamu itu,
khususnya kalangan perempuan, kecuali sedikit saja dari mereka.
Apabila seseorang mengungkapkan rahasianya dengan lisannya
Lalu orang lain mengecamnya, maka orang itu sungguh tolol,
Apabila dada seseorang menjadi sempit karena rahasia yang disimpannya
Maka dada orang yang membongkar rahasia itu tentu jauh lebih sempit lagi
Di antara rahasia yang perlu kau sembunyikan adalah kondisi kemiskinannmu,
sikap permusuhan,ketaatan dan rencanamu untuk melakukan perjalanan jauh
(kecuali dalam keadaan darurat saja). Selain itu janganlah kau membenci sifat
dengki para pendengki karena kedengkian itu hanya terjadi pada dua hal;
kedengkian pada urusan dunia dan kedengkian pada urusan agama. Hal ini
selalu dialami oleh mereka yang oleh Allah dianugerahi nikmat-nikmat-Nya,
sebagaimana dinyatakan dalam sebuah puisi: Jika Allah berkehendak
menyebarkan sebuah keutamaan (pada salah seorang hamba-Nya), Maka
Allah telah menyiapkan untuknya seorang pendengki yang menyakitinya
dengan lisannya* Kalau bukan bara api yang menyala dan membakar, tentu
harumnya kayu gahru takkan tercium Di sini ingin kutambahkan sebuah puisi
serupa berikut ini: Tidak ada seorang pun nabi atau wali sempurna yang
namanya disebut-sebut di setiap tempat, melainkan telah merasakan getirnya
permusuhan orang lain terhadap mereka
Nasehat Ulama Salaf, Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi
Mohonlah perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan para pendengki
itu, mintalah selalu pertolongan-Nya dan bertawakkallah pada-Nya, lalu
ucapkanlah: hasbiyallâhu lâ ilâha illâ huwa, ‘alayhi tawakkaltu wa huwa
rabbul ‘arsyil ‘azhîm (7x) Jika selalu membacanya dengan penuh
ketulusan, niscaya Allah akan menghindarkanmu dari segala macam
bahaya. Setelah itu kemudian bacalah surah Al-Falaq sampai akhir surat
tersebut. Apabila engkau meminta seseorang menunaikan sebuah hajatmu,
lalu hajatmu itu dia selesaikan, maka ketauhilah bahwa dia adalah
saudaramu yang tunduk dan patuh terhadap perintahmu. Syukuri dan
pujilah dia atas jasanya itu. Sebab, barang siapa yang tidak mensyukuri
sesamanya maka berarti dia tidak mensyukuri Allah. Namun apabila
terbukti orang yang kau perintahkan itu tidak dapat menyelesaikan tugas
yang kau bebankan kepadanya, sehingga hajatmu tidak terwujud, maka
janganlah engkau jadikan dia sebagai musuhmu lalu kau mencela,
menggunjing dan tidak menegurnya. Katakanlah bahwa Allah tidak
mentakdirkan hal itu terjadi.
Apabila engkau menyaksikan seseorang tengah bermaksiat atau
lalai terhadap Tuhannya, atau berada dalam sebuah tempat keburukan, atau
tengah mengalami sebuah bencana, atau keberagamaannya, fisik atau
urusan dunianya sedang diuji oleh Allah SWT, maka janganlah engkau
mencemooh apalagi mengecam orang itu, karena engkau sesungguhnya
tidak tahu bagaimana kesudahan dan akhir dari kehidupan orang itu,
karena sesungguhnya setiap amal perbuatan manusia baru dapat dipastikan
baik-buruknya pada saat amal-amal perbuatan itu menyertainya pada saatsaat terakhir dari kehidupannnya di alam fana ini. Maka sudah sepatutnya
engkau selalu berkata: Al-hamdu lillâhilladzî ‘âfânî mimmâ ibtalâhu bihî
wa fadhdhalanî ‘alâ katsîrin mimman khalaqa tafdhîlan
Sungguh, siapa saja yang membaca doa seperti tersebut di atas akan
diselamatkan oleh Allah SWT dari segala bencana dan kekacauan (fitnah)
dalam keberagamaan. Selain itu si pembaca doa tersebut juga akan Allah
sembuhkan dari segala penyakit dan musibah apapun yang melekat pada
fisik. Maka, pahamilah hal ini baik-baik dan jadilah engkau hamba Allah
yang senantiasa mendengarkan ucapan dan mengikuti yang terbaik,
sesungguhnya mereka itulah yang telah Allah tunjuki mereka dan mereka
itulah para ulul-albâb. sebagai mana 1Bunyi firman Allah pada QS.Az-Zumar [39]: 17-18
Apabila engkau menemukan seseorang yang menunjukkan padamu sikap
persahabatan dan selalu bertutur-kata yang baik manakala berbicara
denganmu,namun kau tahu bahwa di kedalaman hatinya dia
menyembunyikan kebencian dan sikap permusuhan padamu, sehingga
tak jarang dia menggunjingmu setiap kali engkau tidak berada di
hadapannya, maka wasiatku padamu, janganlah ‘kau robek’ tabir
tersebut, dan jangan menghadapinya dengan keras Sesungguhnya, orang
yang sedang berbuat durhaka padamu itu memuliakanmu secara
lahiriah. Tunjukkanlah padanya seakan engkau tak tahu-menahu
mengenai kenyataan isi hatinya yang sebenarnya. Dengan akhlak mulia
seperti inilah seharusnya engkau memperlakukan semua orang, baik
mereka dari kalangan keluargamu ataupun bukan.
Terimalah sisi lahiriah mereka dan serahkan urusan isi hati mereka
Kepada Dzat Yang Maha Kuasa, mereka baik ataupun buruk
Janganlah pernah engkau bermimpi ingin menerima sikap baik secara
lahir dan batin dari sesamamu, karena hal itu tak mungkin terjadi.
Janganlah bersedih atas sikap orang-orang di sekitarmu yang
menunjukkan adanya kedekatan denganmu dengan segala sikap kasih
sayang, kelembutan dalam berbicara serta wajah ceria yang selalu
mereka tunjukkan manakala mereka berada di hadapanmu, sementara
pada kenyataannya, dia tidak menyukaimu dan hatinya jauh darimu.
Terimalah kenyataan seperti itu. Sebab, sikap kebencian yang ada di hati
mereka tentu tak mungkin dapat dengan mudah hilang begitu saja.
Rasulullah SAW bersabda, “Roh-roh (manusia) adalah bala tentara yang
dikerahkan (oleh Allah SWT). Maka, roh-roh yang saling mengenal satu
sama lain, pasti akan berkumpul bersama dan yang saling tidak mengenal,
pasti akan berselisih dan tak mungkin dapat dipersatukan.” Artinya rohroh yang dapat berkumpul secara harmonis di alam arwah, pasti di dunia
pun akan saling menunjukkan keakraban, sehingga terjalin hubungan
kasih sayang, persahabatan dan kedekatan secara batin antara roh-roh
manusia tersebut. Dan roh-roh yang saling bertolak belakang di alam
arwah sana, tentu di dunia ini pun akan menunjukkan kenyataan yang
sama, roh-roh- itu takkan dapat dipertemukan secara damai. Maka,
janganlah engkau membuat dirimu lelah dengan berbagai usahamu
untuk memperbaiki keadaan yang ada. Janganlah engkau mencari-cari
sesuatu yang tak mungkin kau dapatkan. Khususnya, apabila orang yang
kau harapkan dapat bersikap baik padamu itu telah dicemari oleh
penyakit iri dan dengki terhadapmu. Sesungguhnya penyakit iri dan
dengki (hasad),
dapat merusak keberagamaan seseorang dan berdampak pada
melemahnya rohani dan jasmani yang bersangkutan. Maka
biarkanlah mereka tenggelam dalam kebenciannya kepadamu.
Dan tak mungkin mereka dapat diperbaiki.
Seluruh bentuk permusuhan (manusia terhadap sesamanya)
masih dapat diobati dan dilenyapkan
Kecuali sikap permusuhan (seseorang) padamu lantaran rasa iri
dan kedengkian
Jangan kau heran melihat sikap permusuhan seperti itu.
Khususnya orang-orang yang memiliki hubungan dekat
denganmu, yang mengaku sama sepertimu atau lebih baik
darimu, yang berasal dari keturunan yang sama dan ‘satu
kakek’ denganmu. Sebab, umumnya engkau menemukan pada
mereka sesuatu yang dapat menyulitkanmu atau membuatmu
mengalami masalah. Tentu dikecualkan dari mereka yang
bertakwa kepada Allah, takut kepada-Nya dan hanya berharap
keridhaan-Nya. Dan sungguh sedikit orang seperti itu.
Sebaliknya, sudah sepatutnya engkau heran melihat mereka
menunjukkan sikap baik terhadapmu serta dan selalu
mengunjungimu.
Al-Junaid rahimahullâh berkata, “Aku telah berpergangan
pada sebuah kesimpulan pasti yang setelah aku menemukannya
takkan lagi aku dapat dipermainkan oleh seluruh isi dunia ini;
bahwa dunia ini adalah alam yang penuh dengan kegundahan,
keresahan, bencana dan kekacauan. Bagi aku sebagai salah
seorang penghuni dunia ini, tentu aku akan mengalami berbagai
hal yang tidak aku sukai. Jika aku menemukan sesuatu yang
kusukai, maka itu semata-mata merupakan sebuah bonus
tambahan yang aku terima. Sedangkan tabiat dunia dan para
penghuninya, adalah yang pertama tadi.
” Pada intinya, hendaklah engkau menghiasi dirimu dengan adab
berikut ini:
Hindarilah segala sesuatu yang tidak engkau sukai dari selainmu
Lakukanlah apa saja yang engkau suka apabila orang lain
melakukannya untukmu
Sibukkanlah dirimu dengan segala kekurangan pada dirimu, sehingga
engkau tak menegurusi kekurangan orang lain.
Nabi ‘Isa AS pernah ditanya, “Siapa yang mendidikmu?” ‘Isa as
menjawab, “Tidak ada seorang pun yang mendidikku. Hanya saja aku
menyaksikan orang bodoh, maka aku berusaha menjauhkan diriku dari
sifat bodoh.” Demikianlah, sesungguhnya seorang mukmin adalah cermin
bagi sesama mukmin lainnya. Biasakanlah engkau membaca Al-Qur’ân,
karena hal itu dapat mendatangkan pahala yang tiada terhingga .Jika kami
terus berusaha untuk menjelaskan apa yang telah sampai pada pada kami,
maka tentu akan banyak menyita waktu kita Apalagi kalau kami
menjelaskan hal-hal yang belum sampai kepada kami. Perbanyaklah
zikrullâh yaitu dengan cara membaca tahlîl, tasbîh, doa, istighfar dan shalat
kepada Rasulullâh saw. Biasakanlah dirimu untuk selalu menghadirkan
kondisi batin perasaanmu tentang betapa dekatnya ajalmu, alangkah
pendeknya angan-anganmu, sehingga engkau dapat juga menghadirkan
sebuah kondisi batin dan perasaanmu seakan engkau tengah bersiap
menghadapi kematian. Engkau juga harus selalu menunjukkan kesiapan
untuk bertaubat kepada Allah atas segala dosa yang engkau lakukan, serta
mengembalikan apa yang dapat kau kembalikan dari sangkut-pautmu
terhadap orang lain, khususnya harta yang kau tinggalkan sepeninggalmu
yang kau wariskan kepada ahli warismu. yang kelak mereka akan
memakannya. Jangan sampai engkau kelak di akhirat disiksa oleh sebab
sangkut-pautmu terhadap orang lain, lantaran adanya hak orang lain pada
harta yang kau wariskan kepada ahli warismu, lalu mereka memakannya.
Wal-‘iyâdzu billâh… Di akhirat kelak, engkau tidak mampu mengulangi
yang telah terjadi. Itulah sebuah keterlambatan yang lebih parahdari
kematian itu sendiri. Ketahuilah bahwa dunia ini fana, tidak langgeng.
Engkau tidak akan tinggal di dunia ini selamanya. Pikirkanlah baik-baik
apa saja yang telah engkau lakukan kemarin, baik atau buruk, apa yang kau
lakukan hari ini, dari mulai pagi dan apa yang kau lakukan di awal
majelismu ini. Bukankah semua kelezatannya telah hilang? Yang tertinggal
hanya Pertanggung jawaban amal kelak di akhirat? Jika apa yang kau
kerjakan baik,
maka pahalanya akan datang dihadirkan di hadapanmu, dan jika
yang kau lakukan adalah sebuah kedurhakaan kepada Yang Maha
Kuasa, maka dosanya pun akan menjadi beban bagimu
Di dunia ini, jadilah engkau seorang hamba pelaku kebaikan,
Karena tak lama lagi engkau akan meninggalkannya, Hari-hari
kejayaan para penguasa telah berlalu, Mereka memiliki kekayaan
lebih banyak berkali-kali lipat dari yang kau miliki (tetapi mereka
semua lenyap, pergi meninggalkan dunia ini).
Selanjutnya, bertaubatlah kepada Allah atas segala kesalahan yang
telah engkau lakukan. Bersegeralah untuk membuat wasiat bagi
para ahli warismu. Jadikanlah Allah sebagai Harapanmu satusatunya. Jadilah engkau sebagai hamba yang senantiasa
berprasangka baik kepada Allah. Yakinlah bahwa Allah akan
memuliakanmu kelak menjelang engkau meninggalkan dunia ini.
Berprasangkalah dengan prasangka baik bahwa Allah kelak akan
meringankan sakaratul maut yang kau alami sebelum kematianmu,
dan Dia akan meringankan tekanan-tekanan azab kubur serta
memantapkan kalbumu dengan Al-Qaul Ats-Tsâbit dalam
kehidupan dunia dan akhirat, pada saat Munkar dan Nakir
menghmapirimi di alam kuburmu.
Semoga Allah SWT menjadikan alam kuburmu sebagai tamantaman surga, dan membangkitkanmu kelak di akhirat sebagai
hamba yang dijauhkan darinya dahsyatnya ketakutan di Hari
Kiamat. Semoga Dia menyelamatkanmu di Mahsyar nanti,
mempermudah perjalananmu di atas shirâth laksana kilat yang
menyambar. Semoga Allah SWT memberimu minuman dari telaga
Rasûlullâh Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallam yang
setelah itu engkau takkan pernah lagi merasakan dahaga
selamanya. Semoga Dia memasukkanmu ke dalam surga-Nya
tanpa hisab bersama mereka yang telah Allah beri anugerah
nikmat dari kalangan para nabi, shiddîqîn, para syuhada, para
shâlihîn dan sungguh mereka adalah sebaik-baik sahabat.
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah
kepada Tuhan kalian, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang
kepada kalian siksa, kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).1
Rasûlullâh SAW bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalin mati
meninggalkan dunia ini melainkan dalam keadaan berprasangka baik
kepada Allah SWT.” Suatu saat Nabi pernah menghadiri saat-saat
sakaratul maut yang dialami oleh salah seorang sahabatnya. Nabi
berkata, “Bagaimana kau dapati dirimu?” Dia berkata, “Aku
mendapati diriku dalam keadaan takut akan dosa-dosaku dan berharap
rahmat Tuhanku. ” Nabi kemudian bersabda, “Tidak ada dua hal
bertemu dalam kalbu seorang hamba di tempat ini kecuali Allah
memberinya apa yang dia harapkan dan menyelamatkannya serta
membuatnya aman dari apa yang dia khawatirkan.
Nabi SAW juga pernah menyatakan bahwa Allah SWT berfirman, “Aku
berdasarkan prasangka baik hamba-Ku. Maka, hendaklah hambaku
berprasangka baik sekehendaknya.”
Perbaikilah prasangka-prasangkamu terhadap Al-Maula SWT
Niscaya engkau meraih kebahagiaan
Sesungguhnya Tuhan tergantung prasangka hamba-Nya, maka
ketahuilah!
Hadis Nabi menegaskan hal itu, maka dengarkanlah baik-baik pelajaran
ini
Jadikanlah kesabaran sebagai pakaianmu pada saat engkau kemu dan
bosan
Mintalah kepada Allah agar kiranya Dia menyingkap aneka bahaya dan
kesengsaraan
Sungguh sikap seperti itu merupakan sebuah kemuliaan yang sangat
utama, anugerah yang sangat besar dan kebaikan yang sangat utuh.
Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan dengan rahmat-Nya, maka
disebabkan itu hendaklah mereka bergembira. Dia lebih baik daripada
apa yang mereka kumpulkan.” Dan cukuplah Allah bagi kami, sungguh
Dia adalah sebaik-baik Wakîl (yang diserahi kepada-Nya segenap urusan
para hamba). Shalawat dan salam atas pemimpin kami nabi Muhammad
Saw dan kepada para keluarganya dan para sahabatnya.
Demikianlah akhir dari buku kecil ini. Al-Faqîr penyusun
buku ini adalah hamba Allah yang berlumuran dosa dan
mengakui segala kesalahannya, Abul Hasan ‘Ali bin Hasan bin
‘Abdullâh bin Husain bin ‘Umar bin ‘Abdurrahmân bin ‘Aqîl
Al-‘Aththâs Bâ ‘Alawi. Penulis selesai menyusun wasiat ini pada
malam hari Selasa tanggal 17 Muharram 1155 H, yang Al-Faqîr
beri judul
(Al-‘Athiyyah Al-Haniyyah wa Al-Washiyyah Al-Mardhiyyah li
dzawi AL-Qulûb An-Naqiyyah). Semoga Allah menerima apa
yang Al-Faqîr persembahkan ini, semoga pula dapat
mendatangkan manfaat
dan amal ini menjadi murni didasari oleh keikhlasan
yang semata-mata hanya berharap keridhaan dan rahmat Allah
SWT. Sesungguhya Allah Maha Pemilik rahmat, kemuliaan dan
Maha Pemberi anugerahan kepada kami.
Taufik yang kuperoleh hanyalah semata-mata dari Allah,
kepadanya aku bertawakkal dan kepadanya aku kembali. Wal
hamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn