Tata Cara Sholat Jumat

kali ini admin akan membahas tentang Tata Cara Sholat Jumat ini dibahas secara rinci dan lengkap

Contents dan Daftar isi

BAB SHOLAT JUM’AT

Sholat Jum’at adalah dua rakaat yang dilaksanakan pada waktu dzuhur pada hari Jum’at. Dan dua rakaat sholat Jum’at tersebut merupakan kewajiban sholat tersendiri bukan sholat dzuhur yang di qosor atau dipendekkan. Buktinya kita tidak diperbolehkan melakukan sholat dzuhur sebagai ganti dari sholat Jum’at itu, selama tidak ada udzur pada diri kita untuk meninggalkan sholat Jum’at dan selama masih ada waktu untuk melaksanakan sholat Jum’at.

A. Keutamaan Dari Sholat Jum’at

Sholat Jum’at merupakkan sholat yang paling afdlol diantara sholat-sholat lima waktu. Dan jama’ah sholat Jum’at adalah paling afdlolnya sholat jama’ah, dan sholat Jum’at merupakan keistimewaaan bagi umat ini, Dan banyak hadits yang menjelaskan tentang kemuliaannya diantaranya hadits-hadits berikut ini :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ I مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ وَاغْتَسَلَ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنَ الإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا (رواه احمد والترمذى)
Yang artinya , barang siapa yang mandi dan memandikan (istrinya dengan melakukan persetubuhan) dan pagi-pagi berangkat untuk melaksanakan sholat Jum’at. Dalam keadaan berjalan tidak mengendarai kendaraan, serta duduk didekat imam berusaha mendengarkan khutbahnya serta tidak melaku-kan sesuatu yang melalaikan. Maka ditulis untuknya dalam setiap langkahnya menuju kemasjid itu pahala dari orang yang berpuasa dan bangun malam sepanjang tahun. (HR. Ahmad dan Turmudzi)

B. Syarat-Syarat Wajibnya Melaksanakan Sholat Jum’at

Jika terpenuhi syarat-syarat berikut ini pada diri kita maka wajib atas kita untuk melaksanakan sholat Jum’at dan jika tidak maka tidak wajib melaksanakan sholat jum’at, adapun syarat-syarat wajibnya adalah sebagai berikut.

1. Atas seorang muslim, maka tidak wajib atas orang yang kafir melaksanakan sholat Jum’at dan tidak sah jika dilaku-kan dimasa kafirnya, kecuali atas seorang yang kafir karena murtad jika dia kembali memeluk agama islam wajib atas-nya untuk mengqodlo’ sholat-sholat Jum’at yang ditinggal-kan dimasa-masa murtadnya, akan tetapi mengqodlo’nya berupa sholat dzuhur dan bukan berupa sholat jum’at.

2. Atas seseorang yang berakal, maka tidak wajib sholat Jum’at atas orang yang gila, dan jika dia melakukannya maka tidak sah dan tidak wajib mengqodlo’ sholat jum’at yang dia tinggalkan pada masa gilanya jika nanti dia sudah sadar dari gilanya itu.

3. Atas seseorang yang sudah baligh, maka tidak wajib melaksanakan sholat Jum’at atas anak-anak yang belum baligh, akan tetapi jika dilakukan oleh seorang anak yang sudah sampai batas mumayyiz (seorang anak yang sudah bisa makan, minum, serta melakukan cebok sendiri tanpa bantuan orang lain) maka dihukumi sah sholat Jum’atnya itu. Lain halnya jika dilakukan oleh anak yang belum sampai batas mumayyiz maka tidak sah sholat jum’atnya.

4. Atas seseorang yang merdeka, maka tidak wajib sholat atas seorang budak karena dia harus melayani tuannya, jadi kewajiban seorang budak pada hari Jum’at adalah melaksa-nakan sholat dzuhur. Akan tetapi jika dia melaksanakan sholat Jum’at maka sah darinya sholat Jum’at tersebut dan tidak wajib lagi atasnya melaksanakan sholat dzuhur setelah itu.

5. Atas seorang laki-laki, maka tidak wajib atas seorang wanita melaksanakan sholat Jum’at akan tetapi jika dia melaksanakannya maka sah darinya sholat Jum’at tersebut dan tidak wajib lagi atasnya melakukan sholat dzuhur setelah sholat jum’at itu.

6. Atas seseorang yang sehat tidak sedang sakit, maka tidak wajib atas seseorang yang sedang sakit, yang sekiranya jika dia paksakan melaksanakan sholat jum’at dalam keadaan sakit seperti itu maka dia akan merasakan kesulitan seperti sulitnya orang yang sedang berjalan ketika hujan dalam menghindari derasnya hujan dan beceknya jalan, kesim-pulannya semua macam sakit yang menyulitkannya jika dia paksakan untuk melaksanakan sholat jum’at dalam keadaan sakit seperti itu maka boleh tidak melaksanakan sholat jum’at dan sebagai gantinya dia cukup melaksanakan sholat dzuhur. Dan jika dia memaksakan diri hadir di masjid maka tidak boleh keluar dari masjid itu kecuali setelah melaksa-nakan sholat Jum’at. Kecuali jika sakitnya akan tambah parah dan dia tidak mampu menahan serta mengatasinya, begitu pula jika dia keluar dari masjid sebelum masuk waktu sholat dzuhur atau sebelum dikumandangkan adzan dari sholat jum’at yang pertama maka tidak apa-apa keluar dari masjid sebelum melaksanakan sholat Jum’at dan cukup baginya melaksanakan sholat dzuhur

7. Atas seseorang yang muqim atau mustautin, seorang muqim adalah seseorang yang berada disuatu tempat dengan niat tinggal ditempat itu empat hari atau lebih tapi masih ada niatan untuk kembali ketempat asalnya . maka hukum sholat Jum’at wajib atasnya apalagi atas seorang yang mustautin yaitu penduduk asli ditempat itu Cuma perbedaan antara keduanya adalah tidak akan terlaksana sholat Jum’at kecuali dengan seorang yang mustautin yaitu penduduk asli tempat itu jadi harus ada mustautin sebanyak 40 orang atau lebih dan tidak boleh digenapkan jumlah tersebut dengan seorang muqim, Lain halnya bagi seorang musafir maka tidak wajib atasnya sholat Jum’at dengan syarat dia keluar dari kotanya sebelum terbitnya fajar sodik akan tetapi jika dia melaksanakan sholat jum’at maka telah gugur atasnya kewajiban untuk melaksanakan sholat dzuhur.

Kesimpulannya bahwasanya orang-orang didalam ber-kewajiban untuk melaksanakan sholat Jum’at dan terlaksana sholat Jum’at dengannya atau tidak? Terbagi menjadi enam golongan berikut ini :

1. Orang-orang yang wajib atasnya melaksanakan sholat jum’at dan sah darinya serta terlaksana dengannya sholat Jum’at itu (dihitung salah satu dari 40 orang) yaitu seorang yang mustautin yang memenuhi syarat-syarat wajibnya melaksana-kan sholat Jum’at.

2. Orang-orang yang wajib atasnya melaksanakan sholat Jum’at dan sah darinya Jum’at itu tapi tidak terlaksana sholat Jum’at dengannya (bukan terhitung dari 40 orang) yaitu seorang muqim yang memenuhi syarat-syarat wajibnya melaksanakan sholat Jum’at.

3. Orang-orang yang wajib atasnya melaksanakan sholat Jum’at tapi tidak sah darinya Jum’at itu dan tidak terlaksana dengan orang tersebut yaitu seseorang yang murtad.

4. Orang-orang yang tidak wajib atasnya melaksanakan sholat Jum’at, tapi sah darinya jika melakukannya dan terlaksana sholat Jum’at itu dengannya yaitu seorang mustauitin yang sakit atau ada udzur pada dirinya dari udzur-udzur bolehnya seseorang meninggalkan sholat Jum’at.

5. Orang-orang yang tidak wajib atasnya melaksanakan sholat Jum’at, tapi sah darinya jika dia melakukannya dan tidak terlaksana sholat Jum’at dengan orang itu, yaitu seorang musafir, seorang hamba, anak kecil yang sudah mumayyiz dan para wanita.

6. Orang-orang yang tidak wajib atasnya melaksanakan sholat Jum’at dan tidak sah darinya jika dia melakukannya serta tidak terlaksana sholat Jum’at dengan orang itu yaitu orang kafir asli bukan murtad dan juga orang gila .

Hukum Jika Mereka Yang Tidak Wajib Sholat Jum’at Lalu Hadir Kemasjid

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa mereka tidak memenuhi syarat-syarat wajibnya sholatnya jum’at maka tidak wajib melaksanakannya dan sebagai gantinya mereka melaksanakan sholat dzuhur, akan tetapi jika mereka tetap hadir untuk melaksanakan sholat Jum’atnya tidak apa-apa, akan tapi jika sudah terlanjur berada di masjid apakah boleh keluar lagi untuk tidak melaksanakannya? Jawabannya adalah selama mereka belum mengucapkan takbirotul ihrom dari sholat jum’at maka selama itu pula boleh baginya untuk keluar dari masjid walaupun setelah zawal ataupun setelah iqomat dikumandang-kan karena kewajibanya bukan sholat jum’at akan tetapi sholat dzuhur jadi boleh melaksanakan sholat jum’at atau sholat dzuhur akan tetapi tidak wajib kecuali orang yang sakit jika memaksakan diri dengan hadir didalam masjid maka hukumnya diperinci sebagai berikut, jika dia keluar sebelum zawal (masuknya waktu dzuhur atau sebelum dikumandangkan adzan yang pertama) maka boleh keluar untuk tidak melaksanakannya, akan tetapi jika setelah zawal barulah dia akan keluar maka tidak boleh dia keluar dari masjid itu dan harus dia tetap di dalamnya hingga selesai melaksanakan sholat kecuali jika dia tetap di dalam masjid sakitnya akan bertambah parah dan dia tidak mampu menahan serta mengatasinya maka tidak apa-apa dia keluar Dari masjid sebelum melaksanakan sholat Jum’at walaupun setelah zawal.
Dan sunnah bagi mereka yang tidak wajib melaksana-kan sholat Jum’at, untuk melaksanakan sholat dzuhur secara jama’ah dan tidak menampakkannya kepada orang-orang yang wajib atasnya sholat Jum’at Serta mengakhirkan sholat dzuhur-nya itu hingga imam masjid dari sholat Jum’at tersebut mengucapkan salam jika memang udzurnya di harapkan hilang sebelumnya seperti sakit dan lain-lain. Akan tetapi bagi mereka yang udzurnya tidak diharapkan hilang seperti para wanita maka lebih baik melaksanakan sholat dzuhur pada awal waktu.

 

C. Syarat-Syarat Sahnya Sholat Jum’at

Jika syarat-syarat berikut ini terpenuhi berarti sah melaksana-kan shlat Jum’at sehingga tidak perlu diulang dan meng-gantinya dengan sholat dzuhur, dan jika tidak berarti tidak sah pelaksanaan sholat Jum’at tersebut dan harus meng-ulangnya dengan melaksanakan sholat dzuhur yaitu syarat-syarat berikut ini:

1. Dilaksanakan sholat Jum’at tersebut di tengah-tengah rumah penduduk atau masih dibatas dalam kota, sekira-nya jika kita akan melakukan bepergian tidak boleh mengqosor sholat ditempat itu karena masih belum keluar dari batas kota tempat asalnya. Maka tidak sah jika didirikan sholat Jum’at diluar desa atau luar batas kota. Harus ditengah keramaian rumah-rumah para penduduk.

2. Dilaksanakan sholat Jum’at tersebut dengan cara ber-jama’ah walaupun hanya rakaat pertamanya saja dan tidak harus didalam dua rakaat sekaligus, sehingga jika mereka telah melaksanakan satu rakaat dan tatkala mereka akan bangun dari sujud kedua menuju rakaat kedua atau setelahnya kemudian niat mufarokoh (niat memutuskan sholatnya dari sholat imamnya) maka tidak apa karena sudah dilaksanakan satu rakaat jum’atnya dengan cara berjamaa’ah lain halnya jika dua-duanya tidak dilaksanakan dengan berjama’ah maka tidak sah Jum’at mereka apalagi jika mereka sholat sendiri-sendiri tanpa berjama’ah.

3. Sholat jama’ah dari sholat Jum’at tersebut dilaksanakan oleh 40 orang yang bersifatkan empat sifat dibawah ini.

a. Orang-orang merdeka bukan budak.
b. Orang-orang laki-laki bukan wanita.
c. Orang-orang yang baligh bukan anak kecil.
d. Orang yang mustautin (penduduk asli tempat itu yaitu mereka yang bertempat tinggal di tempat itu dimana mereka tidak berkeinginan untuk pergi dari tempat itu kecuali karena suatu keperluan dan setelah itu mereka akan kembali lagi ketempat itu)
Sedangkan hikmah kenapa harus melibatkan 40 orang mustautin tidak boleh kurang dari jumlah itu walaupun terdapat banyak para muqimin di sana tetap tidak sah karena 40 itu adalah jumlah dari sejumlah orang Yang tidak berkumpul disuatu tempat kecuali salah satu dari mereka ada yang termasuk seorang wali Allah oleh karenanya disyaratkan jumlah tersebut.

Jadi disini disyaratkan harus ada jumlah orang tersebut (40 orang mustautin) dari mulai khutbah sampai salamnya imam dari sholat Jum’at itu sehingga kalau seumpama didirikan sholat Jum’at tersebut oleh hanya 40 orang mustautin saja dan sebelum tuntas salam dari para jama’ah ternyata salah satu dari mereka batal sholatnya maka batal semua sholat jum’at mereka dan harus diulang sholat Jum’at mereka semua dengan mengulanginya dari mulai pertama baik khutbah maupun sholat jum’atnya.

a. Dilaksanakan khutbah dan sholat jum’atnya semuanya dalam waktu dzuhur dari mulai awal khutbah hingga salam imam dari sholat Jum’at tersebut, maka tidak sah Jum’at mereka jika sebagian dari khutbah jum’at itu berada diluar waktu sholat dzuhur misalnya awal khutbahnya dimulai sebelum masuknya waktu sholat dzuhur atau akhir dari sholatnya berada diluar waktu sholat dzuhur seperti jika sebelum mereka salam dari sholat Jum’at mereka lalu ternyata keluar waktu sholat dzuhur maka mereka harus meneruskan sholat jum’at mereka menjadi sholat dzuhur empat rakaat bukan sholat Jum’at karena sudah keluar waktu dari sholat dzuhur.

b. Tidak didahului atau bersamaan dengan sholat Jum’at lainnya di tempat itu dan berbilangnya sholat jum’at ditempat itu tidak diperbolehkan oleh agama dan jika didahului atau bersamaan maka tidak sah sholat Jum’at mereka, dan yang dimaksudkan dengan bersa-maan atau mendahului disini adalah dari segi menda-hului atau bersamaan dalam mengucapkan takbirotul ihrom, sehingga jika kedua sholat jum’at itu bersa-maan imam keduanya didalam mengucapkan ر (ro’) dari takbirotul ihrom الله اكبر maka keduanya tidak sah dan harus kedua jama’ah dari dua sholat jum’at tersebut berkumpul/bersatu untuk mendirikan Jum’at lagi, adapun jika didahului oleh Jum’at yang lain ditempat itu maka mereka harus sholat dzuhur sedang sholat Jum’at yang mendahului mereka dihukumi sah, ini semua jika berbilangnya Jum’at ditempat itu tidak diperbolehkan sebagaimana nanti akan dijelaskan setelah bab ini.

c. Harus didahului dengan dua khutbah maka tidak sah sholat Jum’at tanpa di dahului dua khutbah atau khutbahnya hanya satu kali khutbah.

Hukum Mendirikan Dua Sholat Jum’at Atau Lebih Dalam Satu Tempat

Tidak boleh mendirikan lebih dari satu sholat jum’at dalam satu tempat. Kecuali dalam tiga masalah berikut ini :
1. Jika satu masjid yang ada tidak dapat memuat mereka semua karena banyaknya penduduk dikota atau tempat itu, maka boleh mendirikan dua Jum’at atau lebih tergantung kebutuhan mereka.
2. Jika para jama’ah dari dua masjid itu tidak akur dan saling bermusuhan sekiranya dikumpulkan dalam satu masjid akan terjadi pertumpahan darah dan lain-lain.
3. Jika jarak antara satu masjid dengan masjid yang lain berjauhan sekiranya para jama’ah masjid yang lainnya tidak dapat mendengar suara adzan yang dikumandangkan dari ujung desa atau kota itu, maka kalau terjadi yang demikian masing-masing jama’ah dari dua masjid itu boleh mendiri-kan Jum’at sendiri-sendiri.

Dan selain dari tiga masalah tersebut diatas maka tidak boleh mendirikan Jum’at lagi satu kota/desa dan jika didiri-kan dua Jum’at atau lebih dalam satu tempat padahal-hal itu bukan termasuk dari salah satu dari tiga masalah tersebut diatas maka hukumnya diperinci sebagai berikut.

a. Jika kedua imam jama’ah dari dua sholat Jum’at tersebut bersamaan dalam mengucapkan ro dari takbirotul ihrom أَكْبَر maka kedua sholat Jum’at itu dua-duanya batal dan wajib atas mereka berkumpul dan bersatu dalam satu masjid untuk mendirikan Jum’at lagi dari awal.

b. Jika imam salah satu dua sholat Jum’at itu ada yang mendahului imam sholat Jum’at lainnya dalam meng-ucapkan ro’ dari takbirotul ihrom, maka sholat jum’at dari imam yang lebih dahulu mengucapkan ro’ dari takbirotul ihrom dihukumi sah, sedangkan sholat jum’at dari imam yang terlambat dalam mengucapkan ro’ dihukumi batal Jum’at mereka dan wajib atas mereka semua untuk melaksanakan sholat dzuhur bukan sholat Jum’at karena sholat jum’at sudah dilaksanakan oleh jama’ah yang dianggap sah.

c. Kalau kita ragu apakah kedua imam itu bersamaan dalam mengucapkan Ro’ atau ada yang lebih dahulu. Maka kalau terjadi yang demikian maka wajib atas kedua jama’ah dari dua sholat jum’at tersebut untuk berkumpul lagi disuatu tempat untuk melaksanakan Jum’at baru dari awal secara bersama-sama.
d. Jika diketahui salah satu imam dari dua sholat jum’at itu ada yang lebih dahulu dalam mengucapkan Ro’ dariاَلله أَكْبَر Akan tetapi tidak diketahui imam dari sholat jum’at yang mana yang lebih dahulu? maka kalau terjadi yang demikian wajib atas dua jama’ah dari dua sholat jum’at itu untuk melaksanakan sholat dzuhur semua, karena sholat Jum’at hanya dilaksanakan satu kali dan sudah dilaksanakan dengan sah akan tetapi karena tidak diketahui yang mana yang lebih dahulu maka mereka semua harus melaksanakan sholat dzuhur.
e. Jika diketahui salah satu imam dari dua jama’ah sholat Jum’at tersebut ada yang lebih dahulu dalam mengucap-kan Ro’ akan tetapi kemudian terlupakan oleh yang mengetahuinya bahwa imam dari jama’ah sholat jum’at yang mana yang lebih dahulu tadi? maka jika terjadi yang demikian mereka juga wajib sholat dzuhur karena Jum’at sudah dilaksanakan dengan sah Cuma karena terlupakan dan tidak diketahui selanjutnya imam dari jama’ah sholat jum’at yang mana yang lebih dahulu dari dua imam itu maka mereka semua wajib untuk melaksanakan sholat dzuhur.

D. Rukun-Rukun Dua Khutbah Jum’at

Rukun-rukun dari dua khutbah Jum’at ada lima rukun dimana semua rukun tersebut harus ada dalam khutbah Jum’at, dan jika tidak terdapat rukun-rukun itu dalam khutbah jum’at maka tidak sah khutbah Jum’atnya yaitu rukun-rukun sebagai berikut:

1. Membaca kalimat hamdalah dalam dua khutbah sekali-gus yaitu pada khutbah pertama juga dalam khutbah kedua misalnya memulai khutbahnya dengan hamdalah sebagai berikut,اَلْحَمْدُ لله atau yang di berasal dari kalimat tersebut seperti أَنَا حَامِدٌ لله dan lain-lain maka tidak sah dengan menggunakan kalimat syukur misal-nya dengan membaca kalimat syukur berikut ini الشُّكْرُ لله dan lain-lain selain dari kalimat hamdalah. Dan kalimat hamdalah tersebut harus ada dalam dua khutbah sekaligus (khutbah pertama dan kedua) maka tidak sah jika hanya dibaca dalam salah satunya saja.

2. Membaca salawat kepada Nabi SAW dalam dua khutbah sekaligus (khutbah pertama dan kedua) dengan cara apapun bentuk sholawatnya yang penting membaca sholawat kepada nabi bukan lainnya, maka tidak sah jika dibaca sebagai gantinya sepertiرَحِمَ الله مُحَمَّدًا karena hal itu bukan bentuk dari sholawat, begitu pula jika menggunakan kalimat dhomir seperti اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ maka tidak sah harus dengan menggunakan salah satu dari nama atau sifat Nabi SAW. Dan tidak harus dengan nama beliau مُحَمَّد boleh yang lain nya yang penting bukan kalimat dhomir, dan contoh yang memenuhi syarat minimal dia membaca sholawat berikut ini: اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ

3. Berwasiat dengan ketaqwaan kepada Allah dalam dua khutbah sekaligus (khutbah pertama dan kedua) yaitu suatu ungkapan kalimat perintah untuk melaksanakan perintah perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-nya. Maka dalam wasiat dengan ketaqwaan harus mengandung kata perintah untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan menjauhi perbuatan perbuatan maksiat seperti ungkapan kalimat berikut ini:

اِحْذَرُوا عِقَابَ اللهِ أَوِ النَّارِ
IHDZARUU ‘IQOOBALLAAHI AWIN NAARI
takutlah kalian terhadap siksa Allah dan nerakanya
Maka tidak cukup jika hanya memberi peringatan akan bahayanya fitnah dunia.
4. Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dari dua khutbah boleh pada khutbah pertama dan boleh juga pada khutbah kedua. Akan tetapi lebih afdlol membaca ayatnya pada khutbah pertama supaya seimbang pada khutbah kedua ada rukun berupa membaca doa untuk kaum muslimin sedangkan dalam khutbah pertama ada rukun berupa membaca ayat jadi seimbang.
Dan syarat dari ayat yang dibaca haruslah berupa ayat-ayat yang memberi suatu pemahaman serta pengertian dan harus paling sedikitnya membaca satu ayat, maka tidak sah khutbahnya jika sang khotib membaca sebagian dari satu ayat atau membaca satu ayat yang tidak memberi pemahaman seperti membaca ayat berikut طَهَ، يس، والعَصْرِ dan lain-lain, karena ayat-ayat itu walaupun terdiri dari satu ayat akan tetapi tidak memberikan suatu pemahaman.
5. Membaca doa untuk kaum muslimin pada khutbah yang kedua dan diharuskan doa tersebut berhubungan dengan kebaikan akhirat mereka, dan tidak cukup jika hanya untuk kebaikan dunia mereka saja, dan tidak dilarang jika doa itu dikhususkan untuk kaum muslimin yang hadir yang mendengarkan khutbahnya saja bukan mencakup semua kaum muslimin, dan disunnahkan bagi khotib juga mendoakan para pejabat kaum muslimin juga.
Dan perlu diketahui bahwasanya tidak wajib tertib dalam melaksanakan rukun-rukun khutbah Jum’at tersebut akan tetapi sunnah.

 

E. Syarat Sahnya Dua Khutbah Jum’at

Jika terpenuhi syarat-syarat khutbah dibawah ini maka sah khutbah Jum’atnya dan jika tidak terepenuhi syarat-syarat itu, maka tidak sah khutbahnya, adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut :
1. Dilaksanakan oleh seorang laki-laki, maka tidak sah kalau yang melaksanakan khutbah Jum’at tersebut adalah seorang perempuan.

2. Dilaksanakan dalam keadaan suci dari dua hadats, baik dari hadats besar ataupun kecil, dan jika berhadats ketika sedang melak-sanakan khutbah maka dia harus bersuci dahulu kemu-dian mengulang lagi rukun-rukun khutbahnya dari awal. Dan boleh baginya menggantikan pada orang lain asal-kan orang yang menggantikannya itu telah mendengar rukun-rukun yang telah dia bawakan sehingga dia tinggal meneruskan khutbah dari khotib yang diganti-kannya itu tanpa mengulang dari awal, lain halnya jika sang pengganti tidak mendengar rukun-rukun khutbah dari khotib yang digantikannya maka dia harus meng-ulang semua rukun-rukun khutbahnya dari awal.

3. Dilaksanakan dalam keadaan suci badan, baju serta tempat dia berada ketika melaksanakan khutbah dari benda-benda najis, maka tidak sah khutbah jum’at jika badan atau pakaian serta tempat berpijaknya ketika khutbah dalam keadaan najis, dan kalau ternyata demikian maka harus diulang khutbahnya.

4. Dilaksanakan dalam keadaan tertutup aurotnya, maka jika ketika khutbah tersingkap aurotnya lalu tidak cepat-cepat ditutupnya kembali atau dengan kata lain jika berlalu waktu yang cukup untuk menutup tapi tidak ditutup juga atau memang sudah terbuka mulai tadi maka batal khutbahnya dan harus diulang dari awal.

5. Dilaksanakan dalam keadaan berdiri bagi yang mampu, maka tidak sah khutbah jum’at dilaksanakan dalam keadaan duduk atau berbaring kecuali jika tidak mampu berdiri karena sakit, buntung kakinya dan lain-lain. Maka dilaksanakan dengan cara duduk dan jika tidak mampu juga maka dilaksanakan dengan cara ber-baring, akan tetapi jika imamnya harus berbaring maka lebih baik dia menggantikan kepada orang lain untuk melaksanakan khutbah tersebut dalam keadaan berdiri.

6. Melaksanakan duduk diantara dua khutbah dengan kadar tuma’ninah, yaitu dengan kadar waktu membaca سُبْحَانَ اللهِ akan tetapi yang afdlol adalah duduk diantara dua khutbah tersebut dengan kadar membaca surat Al-Ikhlas. Dan jika si khotib tidak duduk diantara dua khutbah tersebut maka khutbahnya itu dianggap masih satu kali khutbah walaupun sangat panjang selama belum duduk selama itu pula masih dianggap satu kali khutbah dan jika dilaksanakan khutbah Jum’at itu hanya dengan satu khutbah maka tidak sah sholat Jum’at mereka sehingga wajib atas khotib itu untuk menambah satu kali khutbah lagi yang dilaksanakan setelah dia duduk sebelumnya, dan jika melaksanakan dua khutbah tersebut dalam keadaan duduk dikarenakan suatu udzur, maka sebagai ganti dari duduk diantara dua khutbah adalah dengan cara diam diantara dua khutbahnya dengan kadar melaksanakan tuma’ninah.

7. Melakukan muwalah antara dua khutbah dan juga muwalah antara dua khutbah dengan sholat jum’atnya, artinya muwalah disini adalah tidak boleh dipisah antara kedua khutbah dan juga antara kedua khutbah dan sholat Jum’atnya dengan sela waktu yang lama, sedangkan kadar lama pendeknya pemisah waktu antara keduanya adalah kembali ke ‘uruf yaitu menurut kebanyakan orang jika kebanyakan mereka mengatakan hal itu panjang berarti panjang dan jika mereka mengata-kan pendek berarti pendek, dan sebagian ulama’ memper-kirakan pemisah yang lama antara keduanya dengan kadar waktu yang cukup untuk melaksanakan sholat dua rakaat dengan cepat, dan jika tidak melakukan muwalah antara kedua khutbahnya dan juga antara kedua khutbah dan sholat jum’atnya Maka harus diulang khutbahnya itu.

8. Wajib atas khotib untuk mengeraskan suara khutbahnya sehingga 40 orang mustautin yang memenuhi syarat itu dapat mendengarkan khutbahnya, dan yang harus didengar oleh 40 orang mustautin yang memenuhi syarat itu bukanlah semua isi dari khutbahnya akan tetapi yang penting mereka telah mendengarkan rukun-rukun khutbahnya saja berarti itu sudah cukup dan bukan harus mendengarkan semua isi khutbahnya itu.

9. Rukun-rukun khutbahnya harus didengar oleh 40 orang yang disyaratkan (40 mustautin yang memenuhi syarat), maka tidak sah khutbah jum’at jika diantara 40 orang ada yang tidak mendengarkannya misalnya jika para jama’ah sholat jum’at yang memenuhi syarat hanya 40 orang saja lalu ketika dibaca sebagian rukun-rukunnya salah satu dari 40 orang tersebut ada yang tertidur sehingga dia tidak men

dengarnya maka khutbah tersebut batal dan harus diulang rukun-rukun khutbahnya itu.
10. Rukun-rukun khutbah jum’at tersebut harus dibaca dengan bahasa arab, kecuali jika semuanya tidak mengerti dengan bahasa arab maka tidak apa-apa dengan menerjemahkannya akan tetapi mereka setelah itu harus belajar bahasa arab sehingga mereka mengerti akan arti dari rukun-rukun khutbah tersebut.

Dan perlu diketahui bahwa yang disyaratkan dibaca dengan bahasa arab adalah hanya rukun-rukunnya, ada-pun selain rukun-rukun tersebut dari isi khutbahnya tidak mengapa jika diucapkan dengan selain bahasa arab akan tetapi yang lebih afdlol semua isi khutbahnya dilaksanakan dengan bahasa arab karena itulah yang sunnah.

11. Dua khutbah jum’at tersebut semuanya dilaksanakan pada waktu dzuhur, maka tidak sah jika sebagian rukun-rukun khutbahnya dilaksanakan diluar waktu sholat dzuhur.

 

F. Perkara-Perkara Yang Disunnahkan Ketika Melaksanakan Sholat Jum’at

Banyak hal yang disunnahkan pada hari Jum’at diantaranya perkara-perkara berikut ini :
1. Melaksanakan mandi sunnah Jum’at. Dan hal itu disunnahkan hanya bagi mereka yang akan melaksanakan sholat Jum’at dan waktu mandinya masuk mulai terbitnya fajar sadik (waktu sholat subuh) dan akan keluar waktunya dengan salamnya imam dari sholat Jum’at, dan yang afdlol melakukan mandinya menjelang waktu keberangkatannya menuju kemasjid untuk melaksanakan sholat Jum’at. Dan jika bertentangan kepada seseorang antara dua hal yang sama-sama sunnah pada hari itu yaitu kalau dia mandi sunnah Jum’at dia tidak akan dapat berangkat Jum’at dari mulai pagi hari dan itu juga merupakan sunnah maka hendaknya didahulukan mandi walaupun akibatnya dia tidak dapat berangkat kemasjid dari mulai pagi karena supaya keluar dari khilaf ulama’ yang berpendapat bahwa mandi Jum’at itu hukumnya wajib dilakukan.

2. Berhias dengan berpakaian yang paling bagus dan yang berwarna putih lebih baik dari warna lain, begitu pula berhias dengan memakai gamis, imamah, rida’ dan lain-lain. apalagi bagi imamnya lebih dituntut untuk berpenampilan menarik lebih dari yang lainnya.

3. Melakukan bersih-bersih badan sebelumnya, seperti mencukur bulu kemaluan, bulu ketiak, meluruskan kumis dengan mencukur rapi, memotong kukunya jika sudah panjang serta menghilangkan bau mulutnya dengan bersiwakan dan lain-lain.

4. Memakai minyak wangi, terutama menggunakan minyak misik jika dia mampu untuk membelinya, karena tambah mahal harga dari minyak wangi yang kita pakai tambah besar pula pahala yang akan kita dapatkan asalkan jika dilakukan untuk membesarkan syiar agama islam, dan sifat dari minyak laki adalah yang tidak tampak warnanya akan tetapi semerbak baunya, sedang-kan minyak perempuan sebaliknya yaitu yang tampak warnanya akan tetapi tidak semerbak baunya.

5. Berangkat kemasjid untuk melaksanakan sholat jum’at dari mulai pagi hari yaitu dimulai waktunya dari mulai terbitnya fajar sodik (masuk waktu sholat subuh). Kecuali bagi khotib dan imam maka tidak disunnahkan untuk pergi kemasjid dari mulai pagi hari akan tetapi dia pergi kemasjid ketika akan tiba waktunya untuk berkhutbah, sebagaimana hal itu dilakukan oleh Nabi SAW dan para khulafaur rosidin RA.

Dan disunnahkan berangkat ke masjid semenjak pagi hari supaya mendapatkan keutamaan dari pekerjaan itu sebagaimana dijelaskan oleh Nabi SAW dalam hadits berikut ini .

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ I مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الأُوْلَى فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِيْ السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنْ، فَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَبَ دَجَّاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَبَ بَيْضَةً (رواه النسائي)
Yang artinya : barang siapa mandi seperti mandi janabah pada hari Jum’at lalu berangkat menuju kemasjid untuk sholat pada jam pertama maka seakan dia telah berqurban dengan menyembelih seekor unta untuk Allah dan jika berangkat pada jam kedua seakan menyembelih seekor sapi, dan jika berangkat pada jam ketiga seakan menyembelih seekor kambing yang bertanduk dan jika dia berangkat pada jam keempat maka seakan dia menyembelih seekor ayam ,sedangkan bagi mereka yang berangkat pada jam kelima seakan berkurban dengan sebiji telor. (HR. Nasa’i)
Dan perlu diketahui bahwa menghitung jam pertama dan seterusnya yang tersebut dalam hadits diatas dimulai dari mulai terbitnya fajar sadik hingga adzan.

6. Menyibukan diri ketika berjalan menuju masjid dengan membaca berbagai macam dzikir, terutama dengan membaca doa ketika keluar dari rumah menuju kemasjid yaitu doa berikut ini :

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنْ أَوْجَهِ مَنْ تَوَجَّهَ إِلَيْكَ وَأَقْرَبِ مَنْ تَقَرَّبَ إِلَيْكَ وَأَفْضَلِ مَنْ سَأَلَكَ وَرَغِبَ إِلَيْكَ .
ALLAAHUMMAJ ‘ALNII MIN AUJAHI MAN TAWAJJAHA ILAIKA WA;AQROBU MAN TAQORROBA ILAIKA WA;AFDLOLU MAN SA;ALAKA WA ROGHIBA ILAIKA
Yang artinya. ya Allah jadikanlah aku sebagai orang yang paling menghadap kepadamu diantara mereka yang menghadap kepadamu, dan yang paling dekat kepadamu diantara mereka yang berusaha mendekat kepadamu, dan jadikanlah aku sebagai orang yang terbaik dari mereka yang memohon kepadamu dan mereka yang berusaha mendekat kepadamu.

7. Memperbanyak membaca surat Al-Kahfi, baik pada malam Jum’at juga pada hari Jum’atnya. Dan Paling sedikit dari memperbanyak membaca surat al kahfi dengan membacanya sebanyak tiga kali, akan tetapi kita juga akan mendapat pahalanya jika kita hanya membaca-nya sekali baik pada malam Jum’at atau pada hari Jum’atnya, karena keutamaan dari membacanya sangat besar sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi SAW berikut ini:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ I مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ (رواه النسائي والبيهقى)
Yang artinya , barang siapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at maka Akan ditampakkan oleh Allah cahaya yang akan menerangi dari tempat dirinya berada hingga ka’bah (perumpamaan akan besarnya pahala bagi orang yang membacanya). (HR. An Nasa’i dan Baihaqi)

8. Banyak membaca salawat kepada Nabi SAW. Dan Paling sedikitnya banyak membaca sholawat sehingga dia termasuk dari orang-orang yang memperbanyak membaca sholawat kepada Nabi SAW adalah sebanyak 300 kali, dengan segala macam bentuk salawat apapun akan tetapi lebih yang lebih afdlol adalah dengan membaca paling baiknya bentuk sholawat kepada Nabi SAW yaitu sholawat ibrahimiyah yang biasa kita baca setelah tasyahud akhir.
Dan kesunnahan membaca salawat kepada nabi pada hari Jum’at sesuai dengan perintah Nabi SAW dalam haditsnya berikut ini:

قَالَ رَسُوْلُ الله I أَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمْعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمْعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا (رواه البيهقى)
Yang artinya: “perbanyaklah kalian membaca salawat kepadaku pada hari Jum’at dan pada malamnya, karena barang siapa membaca salawat kepadaku sekali maka Allah akan membalasnya sebanyak sepuluh kali”. (HR. Baihaqi)

9. Diam dan berusaha mendengarkan isi dari khutbah Jum’at, maka makruh hukumnya berbicara pada saat khutbah dilaksanakan walaupun karena sibuk dengan membaca dzikir apalagi karena berbicara dengan orang, kecuali jika kita berbicara didalam waktu-waktu dibawah ini maka hukumnya tidak makruh yaitu sebagai berikut:

a. Sebelum khutbah.
b. Antara dua khutbah.
c. Setelah selesainya khutbah kedua hingga melak-sanakan sholat jum’at.

Dan selain dari tiga waktu itu tersebut hukumnya berbicara adalah makruh kecuali kalau ingin memberi suatu peringatan yang tidak dapat digantikan dengan isyarat, begitu pula menjawab orang yang sedang bersin maka tidak apa-apa melakukannya bahkan hukumnya sunnah.

10. Melaksanakan sholat sunnah tahiyatul masjid dan sunnah gobliyatul jum’at, dan jika imamnya masih belum naik ke atas mimbar maka disunnahkan untuk melaksanakan tahiyyatul masjid sebanyak empat rakaat dengan satu salam, membaca surat Al-Fatihah dan 50 kali dari surat al ikhlas pada setiap rakaatnya, lain halnya jika imam sudah naik ke atas mimbar maka dia disunnahkan hanya melaksanakan dua rakaat saja dan tidak boleh dilamakan alias harus dipercepat dan boleh niatnya dijadikan satu dengan niat sholat qobliyatul Jum’at.

11. Tidak melakukan ihtiba’, yaitu dengan cara kita duduk jongkok lalu kita selempangkan selendang atau yang lainnya untuk mengikat kedua kakinya dengan pinggang-nya sehingga kakinya akan tetap jongkok dan tidak berubah, karena hal itu akan menyebabkan mengantuk, kecuali bagi seseorang yang jika melakukannya akan lebih giat dan hilang ngantuknya maka tidak apa-apa bahkan itu yang afdlol baginya.

12. Memperbanyak membaca doa dan berusaha mendapatkan waktu ijabah pada hari itu, terutama berdoa untuk kepentingan akhirat kita dan berusaha mencari waktu ijabah itu karena jika kita berdoa pada hari jum’at dan bertepatan dengan waktu ijabah itu maka doa kita pasti akan dikabulkan oleh Allah sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, dan haditsnya berikut ini :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ I “إِنَّ فِي الْجُمْعَةِ سَاعَةً لاَ يَسْأَلٌ الله الْعَبْدُ فِيْهَا شَيْئًا إِلاَّ أَتَاهُ الله إِيَّاهُ (رواه مسلم وأبو داود)
Yang artinya: Sesungguhnya pada hari jum’at terdapat suatu waktu di mana tidak meminta seorang hambapun kecuali akan dikabulkan semua permintaannya. (HR. Muslim dan Abu Daud)
Para ulama’ berbeda pendapat dalam waktu ijabah itu hingga terdapat sekitar 50 pendapat akan tetapi yang lebih kuat dari pendapat-pendapat tersebut adalah waktu itu terjadi dari mulai naiknya khotib di atas mimbar hingga imam itu selesai dari sholatnya dengan mengucapkan salam maka hendaknya kita berdoa antara dua waktu itu asalkan tidak mengganggu orang lain dengan doa kita dan hal itu tidak mencegahnya dari mendengarkan khutbah jum’at karena itulah yang sunnah baginya.

Sedangkan hikmah tidak dijelaskan kapan waktu ijabah tersebut agar kita rajin dalam mencari waktu tersebut sepanjang hari bukan hanya pada waktu ijabah itu saja.

13. membaca musabbiat setelah selesai melaksanakan sholat jum’at, dan sebelum merubah letak duduknya setelah selesai salam dan sebelum berbicara, dan yang dimaksud dengan musabbiat disini adalah membaca surat Al-Fatihah 7x, surat Al-Ikhlas 7x, surat Al-Falaq 7x, surat An-Naas 7x, oleh karena semuanya dibaca sebanyak 7 kali maka dinamakanlah hal ini musabbiat dan setelah selesai membaca musabbiat tersebut diakhiri dengan doa dibawah ini:

اَللَّهُمَّ يَا غَنِيُّ يَا حَمِيْدُ يَا مُبْدِئُ يَا مُعِيْدُ يَا رَحِيْمُ يَا وَدُوْدُ اَغْنِنِيْ بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَمِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ 4×
ALLAAHUMMA YAA GHONIYYU YAA HAMIIDU YAA MUBDI;U YA MU’IIDU YA ROHIIMU YA WADUUDU AGHNINII BIHALAALIKA ‘AN HAROOMIKA WA BITOO’ATIKA ‘AN MA’SHIYATIKA WABIFADL;LIKA ‘AMMAN SIWAAKA ×4
Ya Allah wahai dzat yang Maha kaya dan Maha mulya dzat yang menciptakan sesuatu dari awal dan dzat yang mengembalikannya, ya Allah wahai dzat yang Maha pengasih lagi Maha penyayang berikanlah aku kekayaan dari rizkimu yang halal sehingga aku terhindar dari rizki yang harom dan gampangkanlah aku melakukan ketaatanmu sehingga aku menjauhi hal-hal yang engkau haromkan, dan jadikanlah kami hanya mengharap karuniamu sehingga aku terhindar dari mengharap karunia dari selain Engkau.
Diriwayatkan bahwasanya barang siapa yang selalu dan kontinyu membaca musabbiat tersebut lalu diikuti dengan doa tersebut sebanyak 4 kali, maka Allah akan menjadi-kannya orang yang kaya dan akan diberikan rizki dengan rizki yang tidak terduga sebelumnya dan akan diampuni segala dosanya serta akan dijaga dunianya, agamanya serta keluarga, anak dan istrinya sebagaimana disebutkan didalam kitab Assyarqowi.

14. ketika keluar dari masjid membaca doa sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَجَبْتُ دَعْوَتَكَ، وَحَضَرْتُ جُمْعَتَكَ وَصَلَّيْتُ فَرِيْضَتَكَ وَانْتَشَرْتُ كَمَا أَمَرْتَنِيْ فَارْزُقْنِيْ مِنْ وَاسِعِ فَضْلِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
ALLAAHUMMA INNII AJABTU DA’WATAKA WAHADLORTU JUM’ATAKA WA SHOLLAITU FARIIDLOTAKA WANTASYARTU KAMAA AMARTANII FARZUQNII MIN WAASI’I FADL;LIKA WA ANTA KHOIRUR ROOZIQIIN
Ya Allah aku telah memenuhi panggilanmu dan aku telah menghadiri Jum’atmu dan aku telah melaksanakan kewajiban sholat Jum’atmu dan aku sekarang pergi untuk mencari rizki seperti yang telah engkau perintahkan aku maka berilah aku rizki dari keutamaanmu yang sangat luas dan engkau adalah dzat sebaik-baik pemberi rizki.

15. melaksanakan sholat subuh pada hari Jum’at dengan cara berjama’ah karena sholat subuh pada hari jum’at dengan cara berjama’ah adalah paling afdlolnya sholat jama’ah lima waktu.

16. ziarah kubur, pada malam atau hari jum’at terutama kuburan orang tua kita untuk mendoakan mereka dan mengambil pelajaran dengan bertafakkur dengan meng-ingat kematian.

17. melaksanakan sholat tasbih, baik pada malam atau hari jum’at karena sangat besar keutamaannya, diantaranya adalah dengan kita melakukannya akan diampuni segala macam dosa kita dan lain-lain, dan pekerjaan seperti itu lebih pantas untuk dilakukan pada hari Jum’at, karena hari itu adalah hari ibadah.

18. tidak melangkahi bahu orang ketika mencari shof, kecuali jika kita mendapatkan tempat yang kosong dan tidak ada tempat lainnya kecuali tempat tersebut, maka sunnah untuk mengisi tempat yang kosong itu tapi dengan menghindari melakukannya dengan cara melang-kahi bahu orang tersebut jika hal itu dapat dilakukan karena hal itu akan sangat mengganggu orang tersebut sebagaimana sabda Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam :

إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ رَأَى رَجُلاً يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ فَقَالَ لَهُ اِجْلِسْ فَقَدْ أَذَيْتَ وَأَنَيْتَ (رواه أحمد)
Yang artinya : bahwasanya Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasallam melihat seseorang yang melangkahi bahu-bahu orang maka Rasulallah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam berkata kepadanya duduklah kamu, kamu sudah terlambat mengganggu orang lagi. (HR. Ahmad)

 

Lain halnya jika tidak sampai melangkahi bahu orang maka tidak makruh bahkan sunnah melakukannya jika untuk mendapatkan tempat yang kosong, kesimpulan-nya bahwa melangkahi bahu orang ketika sholat jum’at mempunyai enam hukum sebagai berikut:

a. wajib, jika tergantung kepadanya sahnya sholat jum’at misalnya dia terhitung salah satu dari 40 orang yang memenuhi syarat terlaksananya sholat jum’at, dimana disyaratkan atas mereka untuk mendengarkan rukun-rukun khutbah jum’at dan jika tidak maju kedepan maka dia tidak akan mendengarnya maka wajib atasnya untuk maju kedepan walaupun dengan cara melangkahi bahu orang yang akan dilewatinya.

b. sunnah, jika seseorang mendapatkan tempat yang kosong yang tidak jauh darinya dan dia tidak mendapatkan tempat kosong lainnya selain tempat tersebut.

c. mubah, jika seseorang mendapatkan tempat yang kosong akan tetapi berada jauh darinya dan dia tidak mendapatkan tempat yang kosong lainnya selain tempat itu.

d. khilaful aula, jika seseorang mendapatkan tempat yang kosong yang berada didekatnya akan tetapi masih ada tempat yang kosong lainnya yang mana dia dapat sampai ke tempat itu tanpa melangkahi bahu orang.

e. makruh, jika seseorang melangkahi bahu orang padahal tidak ada tempat yang kosong di shof-shof yang ada didepannya.

f. harom, jika seseorang melangkahi orang padahal tidak untuk mengisi tempat yang kosong dan hal itu dilakukan dengan sangat mengganggu orang yang dilewatinya.

19. Berjalan menuju masjid dengan tenang tidak terburu-buru, kecuali jika dihawatirkan akan keting-galan sholat Jum’at maka wajib berjalan dengan cepat atau berlari untuk mendapatkannya.

 

G. Perkara-Perkara Yang Disunnahkan Bagi Khotib Ketika Khutbah.

1. Hendaknya melakukan khutbahnya di atas mimbar atau di atas tempat yang tinggi supaya para jama’ah dapat melihatnya dan disunnahkan agar mimbar ada disebelah kanan mihrob.
2. mengucapkan salam ketika memasuki masjid dan ketika akan naik mimbar, dan tidak sunnah baginya untuk melaksanakan sholat sunnah tahiyyatul masjid jika sudah datang waktunya untuk naik keatas mimbar, kecuali jika belum masuk waktunya untuk naik ke atas mimbar, maka disunnahkan baginya untuk melaksanakan sholat tahiyyatul masjid sebelumnya.
3. menghadap kepada para hadirin setelah sampai di atas mimbar dan memberi salam kepada mereka sebelum duduk di atas mimbar.
4. duduk ketika dikumandangkan adzan yang kedua sambil menjawab adzan tersebut setelah dia berada di atas mimbar.
5. cepat-cepat melaksanakan khutbah setelah selesainya adzan dan membaca do’a adzan.
6. melaksanakan rukun-rukun khutbah dengan tertib.
7. mengusahakan khutbahnya adalah khutbah yang pendek tapi menarik dan dapat difahami oleh para hadirin.
8. hanya melihat ke arah depan tanpa menoleh ke arah kanan dan arah kiri ketika khutbah.
9. memegang tongkat/pedang atau yang lainnya dengan tangan kirinya.
10. memegang sisi mimbar dengan tangan kanannya.
11. duduk diantara dua khutbah dengan kadar waktu mem-baca surat al-ikhlas.
12. berdiri di sisi mimbar yang sebelah kanan jika mimbar-nya luas.
13. mengakhiri khutbah kedua dengan istighfar untuknya dan untuk para hadirin.
14. tidak mengangkat tangannya atau menggerakkanya ketika khutbah, kecuali kalau karena suatu keperluan maka hendaknya dia menunjuk dengan jari telunjuknya saja.
15. tidak menghentakkan pedang/tongkatnya yang dipegang-nya ketika khutbah begitu pula kedua kakinya.
16. tidak cepat-cepat dalam melaksanakan khutbah kedua.
17. dilaksanakan iqomat sholat Jum’at begitu sang khotib selesai dari khutbah kedua.
18. imam cepat-cepat melaksanakan sholat Jum’at begitu selesai dari khutbah.
19. imam sholat Jum’at disunnahkan untuk membaca surat al-jum’ah dan al-munafiqin, atau al-a’la dan al-ghasiyah.

 

Hukum Masbuk Dalam Sholat Jum’at

Jika seorang masbuk mendapati imam masih dalam rakaat pertama atau pada rakaat kedua sebelum imamnya melakukan I’tidal (selagi imam dalam keadaan ruku’ atau sebelumnya), maka dia telah mendapatkan Jum’at tersebut, dengan kata lain dia hanya menggenapkan sholatnya dua rakaat sebagai sholat Jum’at.
Lain halnya jika mendapati imamnya sudah bangkit dari ruku’nya pada rakaat kedua untuk melakukan I’tidal begitu pula jika dia mendapati imamnya dalam keadaan ruku’ akan tetapi dia tidak mendapatkan tuma’ninah bersama imamnya ketika ruku’ dengan kata lain ketika dia melakukan ruku’ sebelum tuma’ninah imamnya sudah bangkit untuk melakukan I’tidal, maka hukumnya adalah tetap dia mengikutinya dengan niat sholat Jum’at, akan tetapi nanti setelah salamnya imam dia harus menambah 4 rakaat alias dia teruskan sebagai sholat dzuhur, karena dia tidak mendapati satu rakaat dari sholat Jum’at. Maka seperti orang ini berarti dia berniat melaksanakan sholat Jum’at akan tetapi sholat yang dilaksanakannya adalah sholat dzuhur.

 

Hukum Melakukan Aktifitas Setelah adzan Kedua

Jika sudah dikumandangkan adzan kedua dari sholat Jum’at, maka diharomkan segala aktifitas (pekerjaan) apakah itu berbentuk jual beli atau lainnya. Walaupun sifatnya ibadah seperti mengaji dan lain-lain, karena saat itu yang wajib dia lakukan adalah dia harus hadir di masjid untuk mendengarkan khutbah dan melaksanakan sholat Jum’at.
Adapun jika sebelum adzan kedua walaupun setelah adzan yang pertama maka hukum melakukan segala aktivitas yang tidak berhubungan dengan persiapan untuk melaksanakan sholat jum’at pada waktu itu adalah makruh dan bukan harom.

 

Hukum Melakukan Bepergian Pada Hari Jum’at

Bepergian setelah fajar sodik dan sebelum melaksana-kan sholat Jum’at hukumnya adalah harom, kecuali jika dia yakin dapat melaksanakan sholat Jum’at ditengah perjalanan-nya, maka hukum bepergiannya tidak harom, lain halnya jika bepergiannya dia lakukan sebelum fajar sodik (sebelum masuk waktu melaksanakan sholat shubuh) maka tidak harom bahkan gugur kewajiban melaksanakan sholat jum’at atasnya sehingga baginya tidak wajib untuk melaksanakan sholat jum’at.

 

Kapan Seorang Musafir Tidak Wajib Menunaikan Sholat Jum’at?

Jika seseorang melakukan bepergian baik panjang (82 kilo atau lebih) atau pendek (dibawah 82 kilo) sebelum fajar pada hari Jum’at, misalnya ia bepergian hari Kamisnya atau malam Jum’at sebelum fajar, maka tidak wajib atasnya melaksa-nakan sholat Jum’at dan cukup sebagai gantinya dengan melaksa-nakan sholat Dzuhur.
Akan tetapi jika bepergiannya setelah masuk fajar sodik, maka hukum bepergiannya adalah harom dan wajib atasnya melaksanakan sholat Jum’at di tengah perjalanannya nanti.

 

HUKUM ISTIKHLAF

Yang dimaksud dengan Istikhlaf adalah keluarnya seorang imam dari sholatnya karena hadats dan sebagainya. Kemudian dia menunjuk seseorang untuk menggantikan posisi-nya sebagai imam, dan hal ini dinamakan istikhlaf.
Dan Istikhlaf itu kadang terjadi dalam sholat Jum’at dan terkadang bukan dalam sholat Jum’at. Berikut ini perincian hukumnya :

A. Istikhlaf dalam sholat Jum’at

Jika istikhlaf itu terjadi dalam sholat Jum’at, maka istikhlaf itu terbagi menjadi tiga bagian :
1. Istikhlaf dalam khutbah jum’at hukumnya boleh dilaku-kan asalkan orang yang ditunjuk untuk menggantikannya telah mendengarkan semua rukun yang dibaca oleh Khotib pertama, jadi khotib yang kedua tinggal menerus-kan khutbah dari khotib pertama.

2. Istikhlaf antara khutbah dan sholat Jum’at hukumnya juga boleh, asalkan yang ditunjuk untuk menggantikannya telah mendengarkan semua rukun dalam dua khutbah dari si khotib yang digantikannya.

3. Istikhlaf dalam sholat Jum’at sedangkan hukumnya diperinci sebagai berikut :

a. Jika menunjuk orang yang masih belum masuk ke dalam sholat Jum’at artinya belum melakukan takbirotul ihrom dari sholat jum’at untuk menggantikannya,

maka tidak boleh. Karena dengan menunjuk orang itu untuk menggantikannya maka para ma’mum nantinya diharuskan untuk memperbaharui niat ma’mumannya dengan orang tersebut, sehingga jika hal itu dilakukan berarti mereka telah mengadakan Jum’at baru dan itu tidak diperbolehkan. Oleh karena itu imam tersebut tidak boleh menunjuk seseorang yang belum masuk ke dalam sholat Jum’at tersebut (belum menjadi ma’mum dari sholat jum’at tersebut).

b. Si imam menunjuk salah satu ma’mum muwafiq bukan masbuk pada rakaat pertama atau masbuk ketika ruku’ dari rakaat pertama. Maka hukumnya boleh menunjuknya untuk menggantikannya. Dan sah Jum’atnya serta Jum’at dari semua ma’mum,begitu pula jika salah satu ma’mum maju sendiri tanpa ditunjuk oleh imamnya dan jika si Imam tidak menunjuk seorang pun dan tidak ada yang mau maju sendiri, maka wajib atas para ma’mum untuk menunjuk salah seorang dari para ma’mum yang ada. Dan sah sholatnya dan sholat para ma’mum, asalkan istikhlaf itu terjadi dalam rakaat pertama atau ketika ruku’ dari rakaat pertama.

c. Menunjuk seorang makmum masbuk yang tidak mendapatkan rakaat pertama, sekurang kurangnya orang itu baru menjadi ma’mum setelah imamnya bangun dari ruku’nya pada rakaat pertama. Walaupun masih dalam I’tidal atau setelahnya yang berarti ia tidak mendapatkan rakaat pertamanya imam tersebut (karena tidak mendapatkan satu rakaat kecuali dengan mendapati imam dalam keadaan ruku’ atau sebelum-nya). Maka jika orang ini jika ditunjuk oleh imamnya untuk menggantikannya hendaknya dia tidak maju untuk menggantikan imamnya itu. Karena hal itu akan menyebabkan dirinya tidak melaksanakan sholat Jum’at, karena seseorang yang mendapati imam setelah ruku’ pada rakaat pertama dari sholat jum’at disyaratkan agar sah sholat Jum’atnya untuk meng-ikuti imamnya pada rakaat kedua hingga salam, Sehingga kalau dia maju untuk menggantikan imam itu, berarti dia tidak mengikuti imamnya hingga salam dan tidak sah Jum’atnya. Oleh karena itu harom hukumnya jika dia maju menggantikan imam yang menunjuknya itu. Akan tetapi jika dia tetap maju, maka sah sholat Jum’at para ma’mum dan tidak sah sholat Jum’atnya imam yang kedua itu.

d. Dan jika menunjuk seorang masbuk ketika tasyahhud yang mendapati imamnya ketika ruku’ dan mendapat-kan ruku’ dan dua sujud dari rakaat kedua, maka boleh menunjuknya akan tetapi jika dia tetap maju, wajib atasnya meneruskan sholatnya menjadi sholat dzuhur. Sedangkan para ma’mum boleh langsung salam atau menunggunya untuk salam bersama-sama dengan imam kedua tersebut, dan hendaknya tatkala dia akan meneruskan sholat dzuhurnya memberi isyarat kepada para ma’mum supaya mereka tidak mengikutinya .

 

B. Hukum Istikhlaf dalam sholat selain dari sholat Jum’at

Adapun jika terjadi istikhlaf itu didalam sholat selain dari sholat Jum’at, maka hukumnya diperinci sebagai berikut :
Jika dia menunjuk seorang yang belum sholat alias bukan salah satu dari ma’mum yang ada pada waktu itu, maka hukumnya adalah jika hal itu terjadi pada rakaat pertama atau ketiga dalam sholat ruba’iyyah (sholat lima waktu yang empat rakaat seperti sholat dzuhur ashar dan isya’) maka boleh menunjuknya dan tidak wajib atas para ma’mum untuk memperbaharui niat ma’muman kepada imam yang baru itu.

Akan tetapi jika terjadi istikhlaf itu pada rakaat kedua dari sholat lima waktu atau rakaat ketiga dari sholat maghrib, maka boleh menunjuknya asalkan para ma’mum melakukan niat ma’muman baru pada orang itu, kalau tidak maka tidak boleh.

Adapun jika menunjuk salah satu dari ma’mum yang ada maka boleh menunjuknya tanpa perlu untuk berniat ma’muman baru dengan imam yang baru cukup dengan niat semula. Akan tetapi wajib atas imam yang menggantikan imam pertama baik didalam sholat jum’at maupun lainnya untuk mengikuti tertib imam sebelumnya. Artinya disaat dia berada pada tempat tasyahud bagi imam sebelumnya, maka dia harus melakukan tasyahud walaupun bukan baginya waktunya untuk bertasyahhud begitu pula ketika qunut jika dia sampai ketempat qunut dari imam sebelumnya maka wajib atasnya untuk berqunut walaupun baginya bukan tempat untuk berqunut dan lain sebagainya. Dan nanti pada akhir sholatnya dia memberi isyarat kepada para ma,mum bahwa sholat mereka sudah selesai dan boleh bagi ma’mum setelah itu untuk berniat mufaroqoh (niat untuk memutuskan sholat jama’ah dengan imam itu) Atau menunggu imam tersebut untuk melakukan salam bersamanya dan hal itu yang lebih afdlol untuk dilakukan.

Dan Perlu diketahui bahwasanya boleh melakukan istikhlaf jika para ma’mum belum melakukan salah satu rukun sendiri-sendiri tanpa berjama’ah walaupun satu rukun qouli, Begitu pula boleh melakukan istikhlaf sebelum berlalunya waktu yang cukup untuk melaksanakan rukun (belum berlalu waktu yang lama) maksudnya setelah imam itu batal lang-sung melakukan istikhlaf, adapun jika mereka telah melaku-kan rukun sendiri-sendiri tanpa menunggu imam yang baru atau istikhlaf itu dilakukan setelah berlalunya waktu cukup untuk melakukan suatu rukun, maka hukumnya diperinci sebagai berikut :

Jika terjadi dalam sholat Jum’at dan pada rakaat pertama maka batal sholat mereka semua karena sholat Jum’at itu harus dilaksanakan dengan cara berjama’ah.

Jika terjadi pada rakaat kedua maka tidak apa-apa karena sholat Jum’at disyaratkan untuk dilaksanakan dengan cara berjama’ah hanya dalam satu rakaat saja syarat itu sudah terpenuhi pada rakaat pertama dari sholat Jum’at itu.

Akan tetapi jika terjadi pada sholat selain sholat Jum’at, maka para ma’mum harus memperbaharui niat ma’muman kepada imam yang baru itu.

khutbah jumat singkat

Download Teks Khutbah Jumat singkat yang selalu terupdate klik

Khutbah Jumat Singkat

atau khutbah jumat singkat dan lengkap

Jangan Lupa Share klik

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *